Monthly Archives: July 2017

KONSERVASI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA

Standard

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jakarta sebagai Ibukota Indonesia, memiliki sejarah yang panjang hingga menjadi kota metropolitan seperti saat ini sebuah kota besar tidak luput dari sejarahnya. Jakarta dulu dikenal dengan nama Batavia, Awal mula Batavia berawal dari pelabuhan Sunda kelapa kemudian berkembang ke daerah sekitar pelabuhan sehingga pusat pemerintahan Batavia masih di sekitar kawasan pelabuhan yang kini disebut dengan Kawasan Kota Tua Jakarta. Diusianya yang sudah tua, kawasan ini memiliki nilai historis yang tinggi, maka sudah sepatutnya warisan tersebut harus terus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya.

Konservasi Arsitektur merupakan  upaya penyelamatan/pelestarian obek/bangunan sebagai bentuk apresiasi pada perjalanan sejarah suatu bangsa dan sebagai warisan bangsa antar generasi. Karena, sebuah negara yang berhasil tak luput dari sejarahnya. Kawasan Kota tua sudah ditetapkan menjadi cagarbudaya oleh pemerintah setempat, kawasan sejarah terbagi menjadi beberapa zona yaitu, zona pelabuhan, zona kota tua, zona pecinan, zona pekojan dan zona glodok.

Upaya konservasi terus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah hilangnya identitas serta meningkatkan pariwisata dan bisnis kawasan Kota Tua Jakarta. Melihat kondisi Kota Tua yang masih banyak memiliki permasalahan, maka perlu adanya upaya menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat khususnya di Ibukota Jakarta untuk mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan pariwisata dan kawasan cagar budaya yang mendukung Kota Jakarta.

Disi lain permasalahan terdapat dikawasan ini, image kota tua yang masih dinilai kurang dalam segi fasilitas penunjang kawasan yang berakibat kurang nyamannya area terbuka bagi pengunjung terlebih ketika cuaca sangat terik, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung, lalu lintas yang tidak teratur, kualitas lingkungan yang masih rendah, serta area parkir yang masih berantakan. Mengingat konservasi suatu bangunan bersejarah itu sangat penting maka dengan alasan tersebut penulis membuat tugas penulisan ini untuk mengidentifikasi tingkat pemugaran di kawasan Kota Tua Jakarta.

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Kriteria Bangunan Kuno

Kriteria tersebut sesuai dengan Pasal 8 Perda DKI Jakarta No. 9/1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya, penentuan bangunan cagar budaya ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Sejarah

  1. Umur
  2. Keaslian
  3. Kelangkaan

Di Indonesia sendiri, terutama di daerah Jakarta dan sekitarnya, bangunanbangunan yang memenuhi kriteria sebagai bangunan kuno dan bersejarah yang harus dilestarikan jumlahnya tidak sedikit dengan berbagai macam tipologi. Berdasarkan sejarah perkembangan arsitektur yanga ada di Indonesia, tipologi bangunan-bangunan tersebut dapat dibagi menjadi berikut (Kemas Ridwan, 5 Maret 2009):

a. Bangunan masyarakat Kolonial Eropa

  • Bangunan periode VOC (abad XVI-XVII), arsitektur periode pertengahan Eropa. Ciri-ciri bangunan ini adalah kesan tertutup, sedikit bukaan, jendela besar tanpa tritisan, tanpa serambi.
  • Bangunan periode negara kolonial (Neo Klasik Eropa). Ciri-ciri bangunan ini adalah atap-atap tritisan, veranda dan jendela- jendela krepyak
  • Bangunan modern kolonial (abad XX) Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Art Deco dan Art Nouveau.
  1. Bangunan masyarakat China.

Ciri-ciri bangunan ini adalah berupa shop houses bergaya Cina Selatan, terletak di sekitar core inti wilayah utama suatu daerah. Contohnya: bangunan klenteng yang ada di Petak 9 di daerah Glodok.

2. Bangunan masyarakat pribumi.

Ciri-ciri bangunan ini adalah berada di luar benteng, berupa rumah panggung namun ada juga yang langsung menyentuh lantai, menggunakan bahan-bahan alami. Saat ini bangunan dengan tipologi sudah banyak yang punah. D. Bangunan modern Indonesia.

Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Internasional Style. Contohnya: Gedung BNI 46 yang berada di dekat Stasiun Kota

2.3. JENIS KEGIATAN PELESTARIAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN

Highfield (1987: 20-21) menjabarkan tingkat perubahan pada tindakan pelestarian dalam tujuh tingkatan, yakni

  1. Perlindungan terhadap seluruh struktur bangunan, beserta dengan subbagian-bagian penyusunnya, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan saranaprasarana. Dalam tingkat pelestarian yang paling rendah, perubahan yang memungkinkan terjadi adalah perbaikan tangga eksisting untuk disesuaikan dengan kebutuhan lift, penggunaan sistem penghawaan buatan sederhana yang dikombinasikan dengan penghawaan alami;
  2. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior bangunan, termasuk atap dan sebagian besar interiornya, dengan perubahan kecil pada struktur internal, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana saniter. Perubahan struktural dapat melibatkan demolisi beberapa subbagian interior, atau penambahan tangga baru, dan apabila memungkinkan shaft lift;
  3. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior eksisting, termasuk atap, dengan perubahan besar pada struktur internal serta perbaikan finishing, utilitas, dan sarana saniter. Perubahan besar pada struktur internal dapat melibatkan penambahan tangga beton bertulang yang baru, instalasi lift, demolisi dinding struktur pada interior secara skala yang lebih luas, atau penambahan lantai baru selama sesuai dengan ketinggian lantai aslinya;
  4. Perlindungan seluruh dinding selubung bangunan, dan demolisi total pada atap dan interiornya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang terisolasi, seluruh dinding fasad eksternal layak untuk dilindungi, tapi pengembangan ke depannya menbutuhkan wadah untuk fungsi yang sama sekali baru, bebas dari elemen internal bangunan eksisting;
  5. Perlindungan hanya pada dua atau tiga penampang/tampak bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan pembangunan bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang tapaknya terletak pada sudut pertemuan dua atau lebih jalan;
  6. Perlindungan hanya pada satu penampang/tampak bangunan, sebuah dinding fasade dari bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad. Opsi ini dapat dilakukan apabila bangunan tersebut hanya memiliki satu fasad yang penting, tampak bangunan yang penting tersebut menghadap jalan utama dan seluruh sisa tampaknya menempel pada bangunan di sekelilingnya; dan
  7. Opsi paling drastis pada pengembangan kembali adalah dengan tidak memberikan pilihan untuk pelestarian, tetapi dengan demolisi total bangunan eksisting dan menggantinya dengan bangunan yang baru.

2.4. KRITERIA, TOLAK UKUR DAN PENGGOLONGAN BENDA CAGAR BUDAYA

Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah:

a. Tolok ukur nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi symbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

b. Tolok ukur umur dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.

c. Tolok ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.

  1. Tolok ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan keberadaaan sebuah bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan symbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.
  2. Tolok ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.

Dari kriteria dan tolok ukur di atas lingkungan cagar budaya diklasifikasikan dalam 3 golongan, yakni:

a. Golongan I: lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria, termasuk yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki tingkat keaslian yang utuh.

b.Golongan II: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, telah mengalami perubahan namun masih memiliki beberapa unsur keaslian.

c. Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, yang telah banyak perubahan dan kurang mempunyai keaslian.

2.5. KLASIFIKASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI INDONESIA

Berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Golongan A  Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):

  1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
  2. Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
  4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya

Golongan B  Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):

  1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  2. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting
  3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
  4. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.

Golongan C  Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):

  1. Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
  2. Detail 7rnament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
  3. Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
  4. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.

2.6. MANFAAT PELESTARIAN

Menurut para tokoh mengemukakan manfaat dari pelestarian bangunan tua diantaranya ;

Budihardjo (1985) mengemukakan setidaknya tujuh manfaat kegiatan preservasi, antara lain:

  • Pelestarian lingkungan lama akan memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat kesinambungan, member tautan bermakna dengan masa lampau, dan memberikan pilihan untuk tetap tinggal dan bekerja di dalam bangunan maupun lingkungan lama tersebut;
  • Di tengah perubahan dan pertumbuhan yang pesat seperti sekarang ini, lingkungan lama akan menawarkan suasana permanen yang menyegarkan;
  • Teknologi pembangunan yang berorientasi pada nilai-nilai ekonomis di atas lahan berskalabesar ternyata berakhir dengan keseragaman yang membosankan. Upaya-upaya untuk mempertahankan bagian kota yang dibangun dengan skala akrab akan membantu hadirnya sense of place, identitas diri, dan suasana kontras;
  • Kota dan lingkungan lama adalah salah satu asset terbesar dalam industry wisata internasional, sehingga perlu dilestarikan;
  • Upaya-upaya pelaksanaan preservasi dan konservasi akan membantu terpeliharanya warisan arsitektur, yang dapat menjadi catatan sejarah masa lampau dan melambangkan keabadian serta kesinambungan, yang berbeda dengan keterbatasan kehidupan manusia.
  • Mills (1994) mengklasifikasikan manfaat pelestarian bangunan dalam tiga bagian, yaitu
  • Keuntungan dari sisi ekonomi: Pada prinsipnya, pelestarian memberikan keuntungan dalam hal waktu, karena menghemat antara setengah sampai tiga-perempat waktu yang digunakan untuk demolisi dan konstruksi yang baru, sehingga diikuti oleh keuntungan ekonomis, yakni: Masa pengembangan yang lebih singkat mengurangi biaya pembiayaan projek dan juga mengurangi efek inflasi pada biaya bangunan; dan Klien memiliki bangunan dalam jangka waktu yang lebih cepat, dengan demikian dapat mulai menerima pemasukan dari penggunaan bangunan lebih cepat. Selain itu, biaya untuk mengubah/merehabilitasi bangunan umumnya sekitar separuh dari biaya konstruksi bangunan, karena banyak elemen bangunan yang sudah ada sebelumnya;
  • Keuntungan dari lingkungan: Bangunan yang mempunyai nilai sejarah atau arsitektural tinggi sebaiknya dijaga, mengingat kontribusinya bagi keramah-tamahan visual bagi kawasan sekitar, bagi kebudayaan, atau bagi interpretasi sejarah. Pelestarian kawasan yang menarik jika dikombinasikan dengan rehabilitasi bangunan tua untuk mengakomodasi fungsi yang modern terkadang bisa diartikan sebagai keuntungan finansial. Konteks fisik suatu bangunan yang telah dilestarikan sama pentingnya dengan nilai fisik bangunan tersebut. Jika suatu bangunan berdiri dekat dengan bangunan tua lain yang menarik secara arsitektural, daya tarik dan nilainya akan meningkat. Pelestarian bangunan tersebut akan nampak, dan idealnya akan memperkuat karakter dan integritas arsitekturalnya. Dalam konteks yang lebih luas, bangunan dapat dilihat sebagai sumber daya yang potensial untuk digunakan kembali (re-use) daripada sumber daya yang dapat tergantikan; dan
  • Keuntungan dari sisi sosial: Menciptakan suatu komunitas yang baru adalah sebuah proses yang rumit dan tidak bisa tercapai seperti yang diharapkan oleh arsitek dan perancang kota.

Menurut Shrivani (1985) pelestarian pada suatu kawasan maupun bangunan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain:

  • Manfaat kebudayaan yaitu sumber-sumber sejarah yang dilestarikan dapat menjadi sumber pendidikan dan memperkaya estetika;
  • Manfaat ekonomi yaitu adanya peningkatan nilai properti, peningkatan pada penjualan ritel dan sewa komersil, penanggulangan biaya-biaya relokasi dan peningkatan pada penerima pajak serta pendapatan dari sektor pariwisata; dan
  • Manfaat sosial dan perencanaan, karena upaya pelestarian dapat menjadi kekuatan yang tepat dalam memulihkan kepercayaan masyarakat.

Meskipun kegiatan pelestarian bangunan maupun kawasan bersejarah masih kurang dipahami sebagian masyarakat di Indonesia, namun dengan banyaknya manfaat yang didapat melalui upaya pelestarian sepatutnya hal ini mulai dikembangkan dalam pola pikir masyarakat agar masyarakat suatu kota maupun

  • Upaya preservasi dan konservasi merupakan salah satu upaya generasi masa kini untuk dapat melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada generasi mendatang;
  • Pengadaan preservasi dan konservasi akan membuka kemungkinan bagi setiap manusia untuk memperoleh kenyamanan psikologi yang seangat diperlukannya untuk dapat menyentuh, melihat, dan merasakan bukti fisik sesuatu tempat di dalam tradisinya; dan kawasan yang memiliki potensi untuk dilestarikan dapat ikut berperan serta dalam upaya pelestarian bangunan maupun kawasan.

2.7. PEMANFAATAN KEMBALI BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Secara keseluruhan ada 3 cara pemanfaatan kembali bangunan cagar budaya (R.M. Warner, S.M. Groff, R. P Warner, 1978, p. 17), yaitu:

  1. Continued Use

Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua sesuai dengan fungsi lamanya ketika pertama kali didirikan serta dapat juga ditambahkan fungsi baru sebagai pendukung fungsi utamanya.

  1. Adaptive Re-use

Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua dengan mengubah fungsi awal dari bangunan tersebut dengan menyesuaikan pada keadaan pada masa sekarang.

  1. New Additions

Cara ini berupa penambahan konstruksi baru atau membangun struktur baru pada struktur sebelumnya dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan bangunan sebelumnya.

BAB III

GAMBARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

3.1. Gedung Bank Mandiri Kanwil III.

3.1.1. Sejarah

Gedung ini dibangun pada masa colonial Belanda, yaitu pada April 1937 dan diresmikan penggunaannya tanggal 25 Mei 1940,  hasil rancangan dua arsitek Belanda yaitu : J.F.L. Blankerberg (1888-1958) dan C.P. Wolf Schoemaker (1882-1949). Tanah yang berada di Stationsplein-Binnen-Niewpoortstraat-Magazijnsweg dibeli pada akhir tahun 1920. Gedung ini digunakan khusus sebagai kantor Nederlandsche-Indische-Handelsbank (NIHB) yang sedang mengambangkan bisnisnya saat itu.

3.1.2. Arsitektur Bangunan

Bangunan yang menghadap ke Taman Stasiun Jakarta Kota, merupakan gedungasset Bank Mandiri yang hingga kini difungsikan sebagai kantor perbankan.  Gedung bergaya Art-Deco yang tegak lurus ini, sangat mudah terlihat dari arah Stasiun Beos dan Shelter Busway terakhir Kota. Gedung yang sekarang menjadi Kantor Wilayah dan Cabang Bank Mandiri Jakarta-Kota, sebelumnya digunakan sebagai Kantor Cabang Bank Bumi Daya.

Bangunan cagar budaya ini dirancang oleh dua arsitek Belanda yang karyanya cukup banyak di Indonesia, yaitu J.F.L. Blankenberg (1888-1958) dan C.P. Wolf Schoemaker (18821949) pada tahun 1935. Tanahnya yang berada di Stationsplein-Binnen Nieuwpoortstraat – Magazijnsweg dibeli  pada akhir tahun 1920. Konstruksi gedung mulai dibangun pada April 1937 dan diresmikan pada 25 Mei 1940. Gedung ini direncanakan khusus sebagai kantor baru Nederlandsch-Indisch Handelsbank (NIHB) yang sedang mengembangkan bisnisnya ketika itu. Sebelumnya kantor NIHB Batavia berlokasi di Jalan Kali Besar Barat No. 41.

Bangunan satu lantai dengan luas 4.233 m² ini hampir menghabiskan keseluruhan tanahnya seluas 4.782 m². Dibangun dengan konstruksi beton, beratap seng dan asbes gelombang, memperlihatkan kekokohan bangunannya. Desain jendelanya sangat unik dibuat berjejer rapi simetris yang merupakan karakter kuat gedung ini. Pada beberapa bagian terlihat juga penggunaan kaca patri yang indah. Pemandangan indah dapat dijumpai mulai dari ruang lobby yang menampilkan desain tangga menuju banking hall di lantai yang posisinya lebih tinggi. Tangga kembar yang berbentuk lengkung ini menggunakan lantai marmer putih yang kontras dengan lantai granit pada hall-nya. Penampilan tangga ini terkesan monumental. Banking hall yang memiliki banyak kolom bulat di sekelilingnya membuat kesan seperti berada di ruang pendopo. Pengolahan lantai granitnya dan pemilihan warna serta tata cahayanya membuat nasabah dan tamu Bank pasti merasa nyaman di gedung antik yang terawat baik ini

3.2. BNI 46.

3.2.1. SEJARAH BANGUNAN

Gedung ini dibangun pada tahun 1960 dari diresmikan pada tahun 1962yang merupakan  hasil rancangan arsitek F. Silaban, yaitu sorang arsitek indonesia yang banyak merancang bangunan monumental di Jakarta, Gedung ini terletak di Jl. Lada No.1, Jakarta Barat dan  banyak menggunakan permainan bidang untuk mengantisipasi curah hujan dan sinar matahari yang banyak terdapat di negara tropis.

3.2.2. FUNGSI BANGUNAN

Fungsi bangunan ini dahulu merupakan sebuah bank yang melayani semua kegiatan yang bersangkutan dengan uang, bahkan beberapa sumber mengatakan pada zaman 60an  untuk mengambil valuta asing hanya dapat diambil di gedung ini.

3.2.3. GAYA BANGUNAN

Bangunan BNI 46 ini menganut gaya international style atau yang lebih dikenal dengan gaya arsitektur tercermin dari fasad bangunan yang berkarateristik seperti berikut :

  • Radikal penyederhanaan bentuk penolakan terhadap ornamen, dan adopsi dari kaca, baja dan beton sebagai bahan pilihan.
  • Transparansi konstruksi (ekspresi jujur struktur)
  • Penggunaaan material/struktur pabrikasi
  • Menggunakan bentuk-bentuk geometri. Berbentuk Kubus sederhana “ Segiempat panjang yang menekan”.
  • Semua bagian muka gedung bersudut 90 derajat dan bertingkat. Bentuknya segi-empat atau penyiku.
  • Jendela tersusun secara garis horizontal dan membentuk suatu garis beraturan.
  • Meminimalisir ornamen.
  • Bentuk mengikuti fungsi

3.3. Stasiun Kota. Stasiun Jakarta Kota (JAKK)

3.3.1. Sejarah

Stasiun kereta api terbesar di Indonesia yang terletak di Kelurahan Pinangsia, kawasan Kota Tua, Jakarta, Indonesia. Stasiun ini adalah satu darisedikit stasiun di Indonesia yang bertipe terminus (perjalanan awal/akhir), yang tidak memiliki jalur lanjutan lagi.

Sejak 2015, stasiun ini hanya melayani rute komuter menuju daerah-daerah Jakarta dan sekitarnya Tanjung Priok, Depok,Nambo, Bogor, dan Bekasi.

Stasiun Jakarta Kota dikenal pula dengan sebutan Stasiun Beos. Walaupun stasiun ini dinamakan “Stasiun Jakarta Kota” dari semenjak berdiri, tetapi stasiun ini lebih dikenal dengan sebutan “Stasiun Kota”. Nama “Stasiun Kota” juga dapat merujuk kepada Stasiun Surabaya Kota.

3.3.2. Masa Kini.

Stasun Jakarta Kota akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI JakartaNo. 475 tahun 1993. Walau masih berfungsi, di sana-sini terlihat sudut-sudut yang kurang terawat. Keberadaannya pun mulai terusik dengan adanya kabar mau dibangun mal di atas bangunan stasiun. Demikian pula kebersihannya yang kurang terawat, sampah beresrakan di rel-rel kereta. Selain itu, banyak orang yang tinggal di samping kiri kanan rel di dekat stasiun mengurangi nilai estetika stasiun kebanggaan ini. Kini Pihak KAI melalui Unit Pelestarian Benda dan bangunan bersejarah telah mulai menata stasiun bersejarah ini

3.3.3. Konsep Perencanaan Konservasi

  1. Eksterior

Menggunakan karakter kota tua / kota lama sebagai daya tarik untuk memberikan nilai tambah pada bangunan Stasiun Jakarta Kota.

Mempermudah pencapaian ke dalam kawasan, menata sirkulasi kendaraan, dan pejalan kaki di dalam kawasan, serta menyediakan sarana parkir yang mampu memenuhi kebutuhan aktivitas pengunjung pada kawasan di sekitar bangunan Stasiun Jakarta Kota.

Menata kembali system peragangan kaki lima yang berada di sekitar bangunan agar terlihat lebih rapi dan bersih.

Pengadaan kembali kawasan – kawasan hijau di sekitar lokasi seperti taman dan sejenisnya sebagai sarana penunjang dan nilai tambah dari bangunan.

Pengolahan fasad yang lebih menarik dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya, penertiban bagian – bagian fasilitas bangunan yang mencederai fasad bangunan sebagai bagian dari usaha mempertahankan jejak sejarah di kawasan Stasiun Jakarta Kota dan sekitarnya.

Penataan kebersihan dan keamanan di sekitar bangunan juga sangat dibutuhkan untuk memperlihatkan nilai sejarah dari sisi eksterior bagunan.

2. Interior :

  • Penertiban kegiatan penjualan di dalam Stasiun sangat dibutuhkan guna menjaga kebersihan dan kenyamanan penggunan stasiun.
  • Pengaturan tata tertib di dalam stasiun juga sangat dianjurkan untuk menjaga ketertiban pengguna KRL sekaligus menciptakan pemandangan yang suasan yang nyaman di dalam stasiun.
  • Khusus untuk bagian – bagian stasiun yang telah termakan usia atau yang tidak terurus, dianjurkan untuk melakukan perbaikan dan penataan kembali agar tidak menimbulkan pemandangan atau suasana yang mengganggu.
  • Pengadaan fasilitas – fasilitas seperti tempat duduk sangat dianjurkan untuk memberikan tempat istirahat sementara bagi para pengguna KRL yang menunggu kedatangan/ keberangkatan KRL.
  • Penyediaan fasilitas penyebrangan antar rel/ tempat pemberhentian kereta juga sangat perlu. Selain untuk mengurangi waktu dan jarak tempuh yang jauh karena harus kembali melalui jalur yang melalui dalam stasiun, juga mencegah terjadinya kecelakaan kereta yang disebabkan oleh aksi nekat para pengguna KRL yang menyebrang melalui jalur kereta.

3.4. Museum Bank Mandiri.

3.4.1. Sejarah

Berdiri tanggal 2 Oktober 1998. Museum yang menempati area seluas 10.039 m2 ini pada awalnya adalah gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan.

Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dinasionalisasi pada tahun 1960 menjadi salah satu gedung kantor Bank Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Kemudian bersamaan dengan lahirnya Bank Ekspor Impor Indonesia (BankExim) pada 31 Desember 1968, gedung tersebut pun beralih menjadi kantor pusat Bank Export import (Bank Exim), hingga akhirnya legal merger Bank Exim bersama Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) ke dalam Bank Mandiri (1999), maka gedung tersebut pun menjadi asset Bank Mandiri.

Bangunan ini bergaya Art Deco. Awal mulanya gedung ini digunakan sebagai gedung untuk memantau atau menyimpan hasil perkebunan Kolonial Belanda yang didapatkan dari seluruh Indonesia. Gagasan untuk mendirikan Museum Bank Mandiri didasarkan atas pemikiran untuk menyelamatkan dan melestarikan benda-benda bersejarah di bidang perbankan yang pernah beredar dan dipakai pada bank-bank yang berdiri di Indonesia. Museum ini didirikan oleh pemerintah dalam rangka melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah di bidang perbankan dan alat tukar manusia, khususnya di Indonesia.

3.4.2. Fasad Bangunan

Jika dilihat dari fasad bangunan secara bentuk bangunan museum bank madiri tidak ada perubahan namun ada beberapa bagian perubahan yaitu adanya penambahan  dan pengurangan. penambahan pada bangunanan museum ini terdapat pada bagian kolom yaitu, adanya pot – pot tanaman pada bagian sisi kolom. Sedangkan untuk bagian yang hilang adalah tulisan “nederlandsche handel maatschappij nv”   jika dilihat  foto dulunya nama tersebut  etrdapat pada bagian atas depan bangunan dan menjadi nama bangunan tersebut. sedangkang untuk yang sekarang nama tersebut menghilang menjadi museum mandiri. Untuk elevation pada bangunan ini baik dulu maupun sekarang tetap sama. Selain itu baik jumlah jendela bentuk dan ornamen jika di bandingkan maka hal tersebut tetap sama dengan masa kolonial dulu.

3.4.2. Fungsi Ruang

Jika dilihat dari denah bangunan dahulu dan sekarang masih sama namun bedanya kalau bangunan dahulu ruang ruang pada tiap bangunan digunakan untuk kegiatan berbankan secara nyata, sedangkan untuk sekarang ruang tersebut tetap ada yang digunakan untuk kegiatan berbangkan dan ada juga digunakan untuk pameran museum yang nuansa ruang tersebut tetap terlihat dengan adanya biorama patung patung museum yang sedang melakukan aktivitas berbangkan. Serta adanya penambahan fungsi ruang yang baru.

Di lantai basement, pengunjung dapat melihat berbagai macam Brandkast untuk tempat penyimpanan uang, emas batangan, safe deposit box dan surat berharga.

Di lantai dasar, pengunjung dapat melihat suasana ruang Kasir Cina dan operasional bank pada masa itu yang dilengkapi oleh manekin (boneka sebesar ukuran manusia) untuk lebih memahami perbankan tempoe doeloe. Di lantai dasar ini, juga terdapat berbagai mesin hitung, alat tulis, surat deposito, buku kas besar, ATM (Anjungan Tunai Mandiri) dan benda-benda perbankan dari masa ke masa.

Di lantai atas terdapat ruang rapat dan ruang direksi yang dalam kondisi terawat dan bersih. Ketika anda menaiki tangga, anda akan melihat kaca mozaik yang sangat indah dalam menghiasi interior gedung.

Untuk lantai paling atas, saat ini digunakan sebagai tempat penyimpanan properti Bank Mandiri dan ruang pamer temporer (art center) yang tertutup untuk umum.

3.4.3. Interior Bangunan

Pada bagian interior ruang, material serta warna , serta furniture tetap dipertahankan keasliannya . hal ini jika kita bandingkan antara foto dahulu dengan yang sekarang.

3.5. Museum Bank Indonesia.

3.5.1. Sejarah

Museum Bank Indonesia menggunakan bangunan dari De Javasche Bank. Jauh sebelum digunakan sebagai kantor perbankan, digunakan sebagai rumah sakit di dalam kota Batavia/Jakarta. Bangunan ini dirancang oleh sebuah biro insinyur arsitek yang bernama Ed. Cuypers dan Hulswit, dimana badan ini didirikan oleh dua orang arsitek berasosiasi yang kedua nama pemiliknya dijadikan nama perusahaannya, yaitu : Architecten Bureau Ed. Cuypres & Hulswit. Pada tahun 1933 hingga 1935, bangunan ini mengalami perluasan dan renovasi, yang dilakukan oleh biro perencana yang sama.

De Javasche Bank merupakan perusahaan swasta yang modalnya berasal dari tiga puluh empat pemegang saham. Berdiri di Batavia sesuai dengan akte pendirian (Acte van oprichting van de Javasche Bank) pada 24 Januari 1828. Di era selanjutnya, de Javasche Bank diberikan kuasa untuk menjadi Perusahaan Terbatas –PT (Limited Liability Company) yang ketika itu disebut Naamlooze Venootschap (NV) berdasarkan ketetapan Peraturan Perdagangan (Commercial Code) yang dikeluarkan di Buitenzorg (kini Bogor) pada 16 Maret 1881.

3.5.2. Arsitektur Bangunan

Bangunan de Javasche Bank menempati sebuah bangunan bekas rumah sakit Binnenhospitaal –yang berarti rumah sakit dalam (Kota) masa Batavia selama hampir delapan puluh tahun. Semakin lama semakin dirasakan perlu adanya penambahan ruangan baru. Sejak saat itu, mulailah de Javasche Bank meminta Biro Arsitek Ed. Cuypers en Hulswit untuk merencanakan pengembangan bangunan lama. Seluruh proses pembangunan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan de Javasche Bank yang dimulai sejak 1910 hingga 1935.

Gedungnya yang nampak megah dengan arsitektur kolonial, yaitu paduan langgam arsitektur neo-klasik dengan unsur tropis, yang antara lain dicerminkan oleh dinding tembok yang tebal, langit-langit tinggi, pilar-pilar kokoh, jendela-jendela besar –biasanya berdaun ganda dengan kisi-kisi atau lubang angin. Ciri utama dari gedung peninggalan de Javasche Bank adalah tampilnya ragam hias tradisional sebagaimana terdapat pada candi-candi. Sementara, pilarpilarnya menampilkan detail-detail unik yang berasal dari detail candi Jawa dan Sumatera.

3.5.3. Fasad

Museum Bank Indonesia memiliki gaya arsitektur neo-klasikal, sehingga nilai – nilai historis dapat tercermin pada bangunan ini.

3.6. PT. Asuransi Jasindo

3.6.1. Sejarah

Jalan Taman Fatahillah, atau dulu dikenal dengan Stadhuisplein, merupakan bagian dari kawasan Kota Tua Jakarta (Oude Batavia atau Jakarta Old Town) yang masih menyisakan pesona keindahan masa lalunya. Salah satunya adalah Gedung Jasindo. Gedung ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Gedung ini berada di sebelah barat kantor pos jakarta kota, atau sebelah timur cafe batavia

Gedung Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.

Gedung tersebut sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun sudah tidak dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan. Pada bagian atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT Jasindo, gedung tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi digunakan untuk berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini menyebabkan bangunan tersebut semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan karena dibiarkan terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan perbaikan.

Atap di lantai 3 sisi selatan gedung Jasindo telah runtuh. Dinding sisi barat juga telah rubuh hingga separuh. Terdapat juga sedikit retak di kolom pada sisi barat dinding yang telah roboh. Pada dinding-dinding baik di sisi barat dan timur serta beberapa joint antara dinding dan tembok terlihat lapisan dinding (plaster) yang telah terkelupas. Kondisi jendela yang terdapat pada bangunan terlihat mulai lapuk pada kusen dengan beberapa kaca jendela telah lepas atau pecah. Di bawah jendela terdapat lubang angin dengan dua pola bentuk yaitu persegi dan bujur sangkar yang berornamen. Terdapat bangunan atap darurat di atas tangga. Terlihat pula vegetasi yang tumbuh di atap bangunan yang masih tertinggal.

Ruangan yang terdapat pada lantai 3 menggunakan ubin dengan paduan antara warna merah, oranye dan ubin polos. Pola yang digunakan dalam menyusun ubin berupa persegi panjang membentuk huruf L. Terdapat dua pintu besar pada area masuk bangunan. Pada sisi utara ruangan terdapat ruang yang merupakan bekas lift. Plat lantai dan balok bangunan terbuat dari beton dan pada kondisi terkini terlihat bahwa lapisan terluar beton telah terkelupas sehingga terlihat tulangan besi yang digunakan. Sedangkan kolom terbuat dari batu bata yang disusun dengan pola memanjang dan melintang dan bergantian pada tiap baris.

Kawasan Kota Tua saat ini sedang direvitalisasi agar dapat dikembangkan sebagai Zona Ekonomi Khusus oleh JOTRC (Jakarta Old Town Revitalization Corporation) dan juga sebagai destinasi wisata nasional oleh UPK (Unit Pengembangan Kawasan) Kota Tua. JOTRC merupakan konsorsium swasta yang didirikan sekitar tiga tahun lalu oleh beberapa orang yang merasa prihatin terhadap upaya pengembangan kawasan Kota Tua Jakarta yang dikesankan berjalan di tempat.

Gedung bekas WEVA ini termasuk salah satu bangunan lawas yang mendapat prioritas rveitalisasi oleh JOTRC. Gedung ini sekarang kembali utuh dengan fasade yang dikembalikan seperti aslinya. Hanya saja tulisan WEVA yang dulu ada di dinding lantai tiga sekarang diganti tulisan Gedoeng Jasindo. Tulisan gedungnya menggunakan ejaan lama di mana huruf u ditulis dengan huruf oe.

3.6. Gedung PT. Kerta Niaga.

3.6.1. Sejarah

Dibangun sekitar abad ke 19, keberadaan bangunan ini membentuk lingkungan bersejarah di kawasan tersebut yang mempunyai daya tarik Pariwisata, khususnya nuansa Kota Tua. Bangunan ini masih asli dan dalam keadaan baik dan cukup terawat. Terjadi penambahan pada elemen jendela.

Arsitektur  : Bergaya Dutch Closed

Golongan  : B

Sumber  : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta

Gedung Kerta Niaga dibangun sekitar tahun 1912 oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit, yang dikenal sebagai biro arsitek bermashab Amsterdam. Rancangan arsitektur mereka sangat kuat hubunganya dengan Neo-Renaisance dan Art Nouveau. Bangunan ini sendiri bergaya arsitektur Dutch Closed yang kokoh. Seluruh bangunan gedung berkesan tertutup, dengan atap yang juga tertutup massif. Tak ada ruang terbuka pada bangunan ini. Belakangan dilakukan penambahan elemen jendela yang berbeda dengan bentuk asalnya.

Awalnya bangunan ini digunakan sebagai kantor perusahaan Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij. Saat terjadi nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan Belanda akhir tahun 1950-an, perusahaan ini berubah nama menjadi P.N. (Perusahaan Negara) Kerta Niaga. Bidang usahanya pun berubah menjadi distributor barang, utamanya sandang-pangan dan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi rakyat. Bangunan ini pun lantas menjadi asset P.N. Kerta Niaga, yang kemudian berubah status menjadi P.T. Kerta Niaga. Ketika dilakukan efisiensi terhadap Badan Usaha Milik Negara, P.T. Kerta Niaga dilikuidasi dan dilebur ke dalam P.T. Dharma Niaga. Bangunan ini pun turut berpindah pengelolaan, juga ketika dilakukan penggabungan (merger) atas tiga BUMN dibidang perdagangan yaitu, PT Panca Niaga, PT Dharma Niaga, PT Cipta Niaga, menjadi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero). Meski beralih pengelolaan berkali-kali, kondisi bangunan Kerta Niaga say ini masih cukup baik dan terawat, meski terdapat kerusakan sana-sini karena termakan usia. Unsur-unsur keaslian bangunan pun masih kuat. Sebagai perusahaan Kerta Niaga telah dilikuidasi, tinggallah bekas kantornya, menyisakan kisah sejarah untuk dilestarikan.

Kronologi Bangunan

1912    : Pembangunan gedung oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit

1912-1957       : Kantor Kolonialle Zee en Brand Assurantie Maatschappij

>1966  : Kantor PN Kerta Niaga

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Gedung Bank Mandiri Kanwil III.

Gedung ini memiliki klasifikasi pemugaran bangunan golongan A, yaitu harus mempertahankan keasilan seluruh bangunan, dan hingga kini bangunan ini masih terjaga keasliannya, gedung ini juga tetap sesuai dengan fungsi nya sebagai bank hingga saat ini.

4.2. BNI 46.

Gedung BNI 46 yang terletak di  Jl. Lada No.1, Jakarta Barat merupakan bangunan golongan tipe B yang dimana tidak boleh dilakukan perubahan baik pada struktur utama dan fasad bangunan, namun dalam beberapa waktu terakhir pemerintah melakukan perawatan pada bangunan tersebut yang bertujuan melestarikan bangunan tanpa mengubah struktur  aslinya.

4.3. Stasiun Kota.

Berdasarkan pengamatan dan analisis dari data-data dan teori yang ada, saya menyimpulkan bahwa di dalam pelaksanaan konservasi stasiun Kota Jakarta (BEOS) ini sangat mempertahankan fungsi yang ada sejak dahulu, hal ini dapat dibuktikan dari fungsinya yang masih sebagai stasiun induk kereta api. Secara arsitektur juga baik konsep, interior maupun eksterior tetap terjaga sebagai mana aslinya.

4.4. Museum Bank Mandiri.

Bangunan museum mandiri  termaasuk kedalam golongan A dimana baik fasade bangunan, interior, struktur utama,dan  ornamen tidak boleh ada yang dirubah berarti harus sesuai dengan bangunan aslinya, namun jika dilihat dari ananlisis ada perubahan bagian fasade bangunan dimana pada bagian sisi tiang terdapat pot pot tanaman dan hilangnya tulisan asli nama bangunan tersebut. sedangkan untuk struktur utama, ornamen dan interior bangunan tidak ada yang berubah.

4.5. Museum Bank Indonesia.

Gedung ini memiliki klasifikasi pemugaran bangunan golongan A, yaitu harus mempertahankan keasilan seluruh bangunan, dan hingga kini bangunan ini masih terjaga keasliannya, bagunan tua sebagai peninggalan sejarah adalah warisan budaya bangsa, dimana terdapat kearifan tertentu yang sangat berperan sebagai pijakan generasi masa kini dalam membangun masa depan. Tak hanya mewariskan dalam bentuk kasat mata saja, tetapi juga esensi dan kualitas yang terkandung di dalamnya. Peninggalan-peninggalan tersebut harus dijaga sebijaksana mungkin, dalam niat maupun pelaksanaannya.

4.6. PT. Asuransi Jasindo

Bangunan Gedung Jasindo  termaasuk kedalam golongan A dimana baik fasade bangunan, interior, struktur utama,dan ornamen tidak boleh ada yang dirubah berarti harus sesuai dengan bangunan aslinya, Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan. Gedung bekas WEVA ini termasuk salah satu bangunan lawas yang mendapat prioritas rveitalisasi oleh JOTRC. Gedung ini sekarang kembali utuh dengan fasade yang dikembalikan seperti aslinya. Hanya saja tulisan WEVA yang dulu ada di dinding lantai tiga sekarang diganti tulisan Gedoeng Jasindo.

4.7. Gedung PT. Kerta Niaga.

Dalam konservasi pelestarian, penulis mengangkat satu bangunan untuk dijadikan studi kasus yaitu pada bangunan  kerta niaga, dimana masih menyimpan potensi yang baik. Pemahaman mengenai pola ruang dan keterkaitan dnegan kawasan sekitar yang mendalam dibutuhkan untuk dapat mengidupkan kembali gedung ini serta perannya dalam revitalisasi kawasan kota tua, tanpa melupakan karakter dan nilai sejarah bangunan.

Gedung  PT.  Kerta  Niaga  tidak  banyak  terdapat  kerusakan  berat,  kerusakan gedung  ini  tergolong  ringan  maupun  semi  bert.  Bentuk  asli  bangunan  masih jelas  terlihat,  upaya  adaptive  reuse  digunakan  untuk  mempertahankan  bangunan bersejarah   tersebut   namun   memberikan   fungsi   yang   baru   sesuai   dengan masterplan  revitalisasi  dan  lingkungan  sekitar  sehingga  bangunan  akan  tetap terawat sehingga menjadi bangunan yang berkelanjutan

Pada gambar, dapat dilihat ornament dihilangkan pada fasad yang merupakan salah satu pencerminan langgam art deco dari gedung tersebut. Maka dari itu, bentuk fasad gedung akan dikembalikan seperti pada tahun 1912 karena pada dasarnya bangunan-bangunan peninggalan dilestarikan tanpa merubah bentuk aslinya untuk menjaga nilai historisnya.

5

denah gedung Kerta Niaga

  • Fungsi gedung pada lantai 1 bersifat terbuka tanpa adanya sekat dengan kolom-kolom di kedua sisinya, lantai ini difungsikan sebagau ruang serbaguna.
  • Lantai 2 memiliki lebih banyak sekat yang difungsikan untuk ruang-ruang kantor dengan material dinding menggunakan bata.

Pencahayaan Alami melalui skylight, ruang dalam bangunan memperoleh cahaya yang cukup terang serta suhu ruangan cukup untuk beraktifitas didalamnya

Kondisi Eksisting Gedung Kerta Niaga

Kini kondisi gedung kerta niaga teridentifikasi memiliki kerusakan yang cukup banyak, khususnya pada bagian lantai, dinding dan plafon baik dibagian dalam maupun dibagian luar. Pada lantai 2 atap mengalami kerusakan.

Penanganan

  • Penanganan pelestarian gedung Kerta Niaga dalam upaya konservasi adalah dengan cara Adaptive reuse dimana penggunaan kembali bangunan tua/bersejarah dengan mengubah fungsi awal bangunan dengan menyesuaikan pada keadaan sekarang. Dengan melalui 4 tahap yaitu; understanding, implementation, dan  evaluation.
  • Tahap Understanding dan Implementation dengan cara memahami terlebih dahulu sejarah bangunan, baik estetik bangunan dalam segi elemen bentuk dan material. Sehingga tidak merusak atau mengubah eksistingnya karena dalam melestarikan atau merenovasi bangunan peninggalan tidak boleh mengubah bentuk aslinya karena bangunan tersebut memilii nilai historis tersendiri. Selain itu juga harus memperhatikan konteks sekitar bangunan.

 

 

 

Referensi :

Pelestarian Bangunan Karya Arsitektur Antara Arkeologi dan Arsitektur, (Alia Sholeha, 2008, p. 9)

HIDAYATI, RAHMALIA . (2009). cara Pemanfaatan Bangunan Kuno Dan Bersejarah Sehingga Layak Menjadi Bangunan Cagar Budaya. [ONLINE] . tersedia : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20249496-R050912.pdf [ 06 juni 2016 ]

https://wikimelo.wordpress.com/2016/08/04/pengertian-konservasi-arsitektur/

http://farispilararijati.blogspot.co.id/2016/06/konservasi-arsitektur-studi-kawasan.html

https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2016/06/13/studi-kawasan-konservasi-kota-tua-jakarta-kawasan-taman-fatahillah/

http://tookick.blogspot.co.id/2013/04/pt-kerta-niaga_8.html

http://koentjoro7.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-konservasi-arsitektur.html

https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/

http://ayokejakarta.blogspot.co.id/2012/06/kota-tua.html

http://azhenk2009.blogspot.co.id/

http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1174265&page=19

http://antariksaarticle.blogspot.co.id/2012/04/beberapa-teori-dalam-pelestarian.html

http://f-pelamonia.blogspot.co.id/2012/05/konservasi-stasiun-jakarta-kota.html

http://kekunaan.blogspot.co.id/2012/07/gedung-ex-nederlandsch-indisch.html

http://slideplayer.info/slide/3061934/

https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/

https://strafaelyudistira.wordpress.com/2016/02/04/arsitektur-museum-bank-indonesia/

http://thesis.binus.ac.id/Doc/WorkingPaper/2014-2-01221-AR%20WorkingPaper001.pdf

https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab5/2014-2-01221-AR%20Bab5001.pdf

http://www.iai-jakarta.org/?scr=08&ID=242&selectLanguage=2

http://www.indischeliterairewandelingen.nl/index.php/wandelingen/158-jakarta-2-stadhu