KONSERVASI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA

Standard

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jakarta sebagai Ibukota Indonesia, memiliki sejarah yang panjang hingga menjadi kota metropolitan seperti saat ini sebuah kota besar tidak luput dari sejarahnya. Jakarta dulu dikenal dengan nama Batavia, Awal mula Batavia berawal dari pelabuhan Sunda kelapa kemudian berkembang ke daerah sekitar pelabuhan sehingga pusat pemerintahan Batavia masih di sekitar kawasan pelabuhan yang kini disebut dengan Kawasan Kota Tua Jakarta. Diusianya yang sudah tua, kawasan ini memiliki nilai historis yang tinggi, maka sudah sepatutnya warisan tersebut harus terus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya.

Konservasi Arsitektur merupakan  upaya penyelamatan/pelestarian obek/bangunan sebagai bentuk apresiasi pada perjalanan sejarah suatu bangsa dan sebagai warisan bangsa antar generasi. Karena, sebuah negara yang berhasil tak luput dari sejarahnya. Kawasan Kota tua sudah ditetapkan menjadi cagarbudaya oleh pemerintah setempat, kawasan sejarah terbagi menjadi beberapa zona yaitu, zona pelabuhan, zona kota tua, zona pecinan, zona pekojan dan zona glodok.

Upaya konservasi terus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah hilangnya identitas serta meningkatkan pariwisata dan bisnis kawasan Kota Tua Jakarta. Melihat kondisi Kota Tua yang masih banyak memiliki permasalahan, maka perlu adanya upaya menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat khususnya di Ibukota Jakarta untuk mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan pariwisata dan kawasan cagar budaya yang mendukung Kota Jakarta.

Disi lain permasalahan terdapat dikawasan ini, image kota tua yang masih dinilai kurang dalam segi fasilitas penunjang kawasan yang berakibat kurang nyamannya area terbuka bagi pengunjung terlebih ketika cuaca sangat terik, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung, lalu lintas yang tidak teratur, kualitas lingkungan yang masih rendah, serta area parkir yang masih berantakan. Mengingat konservasi suatu bangunan bersejarah itu sangat penting maka dengan alasan tersebut penulis membuat tugas penulisan ini untuk mengidentifikasi tingkat pemugaran di kawasan Kota Tua Jakarta.

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Kriteria Bangunan Kuno

Kriteria tersebut sesuai dengan Pasal 8 Perda DKI Jakarta No. 9/1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya, penentuan bangunan cagar budaya ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Sejarah

  1. Umur
  2. Keaslian
  3. Kelangkaan

Di Indonesia sendiri, terutama di daerah Jakarta dan sekitarnya, bangunanbangunan yang memenuhi kriteria sebagai bangunan kuno dan bersejarah yang harus dilestarikan jumlahnya tidak sedikit dengan berbagai macam tipologi. Berdasarkan sejarah perkembangan arsitektur yanga ada di Indonesia, tipologi bangunan-bangunan tersebut dapat dibagi menjadi berikut (Kemas Ridwan, 5 Maret 2009):

a. Bangunan masyarakat Kolonial Eropa

  • Bangunan periode VOC (abad XVI-XVII), arsitektur periode pertengahan Eropa. Ciri-ciri bangunan ini adalah kesan tertutup, sedikit bukaan, jendela besar tanpa tritisan, tanpa serambi.
  • Bangunan periode negara kolonial (Neo Klasik Eropa). Ciri-ciri bangunan ini adalah atap-atap tritisan, veranda dan jendela- jendela krepyak
  • Bangunan modern kolonial (abad XX) Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Art Deco dan Art Nouveau.
  1. Bangunan masyarakat China.

Ciri-ciri bangunan ini adalah berupa shop houses bergaya Cina Selatan, terletak di sekitar core inti wilayah utama suatu daerah. Contohnya: bangunan klenteng yang ada di Petak 9 di daerah Glodok.

2. Bangunan masyarakat pribumi.

Ciri-ciri bangunan ini adalah berada di luar benteng, berupa rumah panggung namun ada juga yang langsung menyentuh lantai, menggunakan bahan-bahan alami. Saat ini bangunan dengan tipologi sudah banyak yang punah. D. Bangunan modern Indonesia.

Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Internasional Style. Contohnya: Gedung BNI 46 yang berada di dekat Stasiun Kota

2.3. JENIS KEGIATAN PELESTARIAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN

Highfield (1987: 20-21) menjabarkan tingkat perubahan pada tindakan pelestarian dalam tujuh tingkatan, yakni

  1. Perlindungan terhadap seluruh struktur bangunan, beserta dengan subbagian-bagian penyusunnya, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan saranaprasarana. Dalam tingkat pelestarian yang paling rendah, perubahan yang memungkinkan terjadi adalah perbaikan tangga eksisting untuk disesuaikan dengan kebutuhan lift, penggunaan sistem penghawaan buatan sederhana yang dikombinasikan dengan penghawaan alami;
  2. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior bangunan, termasuk atap dan sebagian besar interiornya, dengan perubahan kecil pada struktur internal, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana saniter. Perubahan struktural dapat melibatkan demolisi beberapa subbagian interior, atau penambahan tangga baru, dan apabila memungkinkan shaft lift;
  3. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior eksisting, termasuk atap, dengan perubahan besar pada struktur internal serta perbaikan finishing, utilitas, dan sarana saniter. Perubahan besar pada struktur internal dapat melibatkan penambahan tangga beton bertulang yang baru, instalasi lift, demolisi dinding struktur pada interior secara skala yang lebih luas, atau penambahan lantai baru selama sesuai dengan ketinggian lantai aslinya;
  4. Perlindungan seluruh dinding selubung bangunan, dan demolisi total pada atap dan interiornya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang terisolasi, seluruh dinding fasad eksternal layak untuk dilindungi, tapi pengembangan ke depannya menbutuhkan wadah untuk fungsi yang sama sekali baru, bebas dari elemen internal bangunan eksisting;
  5. Perlindungan hanya pada dua atau tiga penampang/tampak bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan pembangunan bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang tapaknya terletak pada sudut pertemuan dua atau lebih jalan;
  6. Perlindungan hanya pada satu penampang/tampak bangunan, sebuah dinding fasade dari bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad. Opsi ini dapat dilakukan apabila bangunan tersebut hanya memiliki satu fasad yang penting, tampak bangunan yang penting tersebut menghadap jalan utama dan seluruh sisa tampaknya menempel pada bangunan di sekelilingnya; dan
  7. Opsi paling drastis pada pengembangan kembali adalah dengan tidak memberikan pilihan untuk pelestarian, tetapi dengan demolisi total bangunan eksisting dan menggantinya dengan bangunan yang baru.

2.4. KRITERIA, TOLAK UKUR DAN PENGGOLONGAN BENDA CAGAR BUDAYA

Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah:

a. Tolok ukur nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi symbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

b. Tolok ukur umur dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.

c. Tolok ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.

  1. Tolok ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan keberadaaan sebuah bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan symbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.
  2. Tolok ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.

Dari kriteria dan tolok ukur di atas lingkungan cagar budaya diklasifikasikan dalam 3 golongan, yakni:

a. Golongan I: lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria, termasuk yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki tingkat keaslian yang utuh.

b.Golongan II: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, telah mengalami perubahan namun masih memiliki beberapa unsur keaslian.

c. Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, yang telah banyak perubahan dan kurang mempunyai keaslian.

2.5. KLASIFIKASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI INDONESIA

Berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Golongan A  Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):

  1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
  2. Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
  4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya

Golongan B  Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):

  1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  2. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting
  3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
  4. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.

Golongan C  Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):

  1. Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
  2. Detail 7rnament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
  3. Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
  4. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.

2.6. MANFAAT PELESTARIAN

Menurut para tokoh mengemukakan manfaat dari pelestarian bangunan tua diantaranya ;

Budihardjo (1985) mengemukakan setidaknya tujuh manfaat kegiatan preservasi, antara lain:

  • Pelestarian lingkungan lama akan memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat kesinambungan, member tautan bermakna dengan masa lampau, dan memberikan pilihan untuk tetap tinggal dan bekerja di dalam bangunan maupun lingkungan lama tersebut;
  • Di tengah perubahan dan pertumbuhan yang pesat seperti sekarang ini, lingkungan lama akan menawarkan suasana permanen yang menyegarkan;
  • Teknologi pembangunan yang berorientasi pada nilai-nilai ekonomis di atas lahan berskalabesar ternyata berakhir dengan keseragaman yang membosankan. Upaya-upaya untuk mempertahankan bagian kota yang dibangun dengan skala akrab akan membantu hadirnya sense of place, identitas diri, dan suasana kontras;
  • Kota dan lingkungan lama adalah salah satu asset terbesar dalam industry wisata internasional, sehingga perlu dilestarikan;
  • Upaya-upaya pelaksanaan preservasi dan konservasi akan membantu terpeliharanya warisan arsitektur, yang dapat menjadi catatan sejarah masa lampau dan melambangkan keabadian serta kesinambungan, yang berbeda dengan keterbatasan kehidupan manusia.
  • Mills (1994) mengklasifikasikan manfaat pelestarian bangunan dalam tiga bagian, yaitu
  • Keuntungan dari sisi ekonomi: Pada prinsipnya, pelestarian memberikan keuntungan dalam hal waktu, karena menghemat antara setengah sampai tiga-perempat waktu yang digunakan untuk demolisi dan konstruksi yang baru, sehingga diikuti oleh keuntungan ekonomis, yakni: Masa pengembangan yang lebih singkat mengurangi biaya pembiayaan projek dan juga mengurangi efek inflasi pada biaya bangunan; dan Klien memiliki bangunan dalam jangka waktu yang lebih cepat, dengan demikian dapat mulai menerima pemasukan dari penggunaan bangunan lebih cepat. Selain itu, biaya untuk mengubah/merehabilitasi bangunan umumnya sekitar separuh dari biaya konstruksi bangunan, karena banyak elemen bangunan yang sudah ada sebelumnya;
  • Keuntungan dari lingkungan: Bangunan yang mempunyai nilai sejarah atau arsitektural tinggi sebaiknya dijaga, mengingat kontribusinya bagi keramah-tamahan visual bagi kawasan sekitar, bagi kebudayaan, atau bagi interpretasi sejarah. Pelestarian kawasan yang menarik jika dikombinasikan dengan rehabilitasi bangunan tua untuk mengakomodasi fungsi yang modern terkadang bisa diartikan sebagai keuntungan finansial. Konteks fisik suatu bangunan yang telah dilestarikan sama pentingnya dengan nilai fisik bangunan tersebut. Jika suatu bangunan berdiri dekat dengan bangunan tua lain yang menarik secara arsitektural, daya tarik dan nilainya akan meningkat. Pelestarian bangunan tersebut akan nampak, dan idealnya akan memperkuat karakter dan integritas arsitekturalnya. Dalam konteks yang lebih luas, bangunan dapat dilihat sebagai sumber daya yang potensial untuk digunakan kembali (re-use) daripada sumber daya yang dapat tergantikan; dan
  • Keuntungan dari sisi sosial: Menciptakan suatu komunitas yang baru adalah sebuah proses yang rumit dan tidak bisa tercapai seperti yang diharapkan oleh arsitek dan perancang kota.

Menurut Shrivani (1985) pelestarian pada suatu kawasan maupun bangunan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain:

  • Manfaat kebudayaan yaitu sumber-sumber sejarah yang dilestarikan dapat menjadi sumber pendidikan dan memperkaya estetika;
  • Manfaat ekonomi yaitu adanya peningkatan nilai properti, peningkatan pada penjualan ritel dan sewa komersil, penanggulangan biaya-biaya relokasi dan peningkatan pada penerima pajak serta pendapatan dari sektor pariwisata; dan
  • Manfaat sosial dan perencanaan, karena upaya pelestarian dapat menjadi kekuatan yang tepat dalam memulihkan kepercayaan masyarakat.

Meskipun kegiatan pelestarian bangunan maupun kawasan bersejarah masih kurang dipahami sebagian masyarakat di Indonesia, namun dengan banyaknya manfaat yang didapat melalui upaya pelestarian sepatutnya hal ini mulai dikembangkan dalam pola pikir masyarakat agar masyarakat suatu kota maupun

  • Upaya preservasi dan konservasi merupakan salah satu upaya generasi masa kini untuk dapat melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada generasi mendatang;
  • Pengadaan preservasi dan konservasi akan membuka kemungkinan bagi setiap manusia untuk memperoleh kenyamanan psikologi yang seangat diperlukannya untuk dapat menyentuh, melihat, dan merasakan bukti fisik sesuatu tempat di dalam tradisinya; dan kawasan yang memiliki potensi untuk dilestarikan dapat ikut berperan serta dalam upaya pelestarian bangunan maupun kawasan.

2.7. PEMANFAATAN KEMBALI BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Secara keseluruhan ada 3 cara pemanfaatan kembali bangunan cagar budaya (R.M. Warner, S.M. Groff, R. P Warner, 1978, p. 17), yaitu:

  1. Continued Use

Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua sesuai dengan fungsi lamanya ketika pertama kali didirikan serta dapat juga ditambahkan fungsi baru sebagai pendukung fungsi utamanya.

  1. Adaptive Re-use

Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua dengan mengubah fungsi awal dari bangunan tersebut dengan menyesuaikan pada keadaan pada masa sekarang.

  1. New Additions

Cara ini berupa penambahan konstruksi baru atau membangun struktur baru pada struktur sebelumnya dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan bangunan sebelumnya.

BAB III

GAMBARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

3.1. Gedung Bank Mandiri Kanwil III.

3.1.1. Sejarah

Gedung ini dibangun pada masa colonial Belanda, yaitu pada April 1937 dan diresmikan penggunaannya tanggal 25 Mei 1940,  hasil rancangan dua arsitek Belanda yaitu : J.F.L. Blankerberg (1888-1958) dan C.P. Wolf Schoemaker (1882-1949). Tanah yang berada di Stationsplein-Binnen-Niewpoortstraat-Magazijnsweg dibeli pada akhir tahun 1920. Gedung ini digunakan khusus sebagai kantor Nederlandsche-Indische-Handelsbank (NIHB) yang sedang mengambangkan bisnisnya saat itu.

3.1.2. Arsitektur Bangunan

Bangunan yang menghadap ke Taman Stasiun Jakarta Kota, merupakan gedungasset Bank Mandiri yang hingga kini difungsikan sebagai kantor perbankan.  Gedung bergaya Art-Deco yang tegak lurus ini, sangat mudah terlihat dari arah Stasiun Beos dan Shelter Busway terakhir Kota. Gedung yang sekarang menjadi Kantor Wilayah dan Cabang Bank Mandiri Jakarta-Kota, sebelumnya digunakan sebagai Kantor Cabang Bank Bumi Daya.

Bangunan cagar budaya ini dirancang oleh dua arsitek Belanda yang karyanya cukup banyak di Indonesia, yaitu J.F.L. Blankenberg (1888-1958) dan C.P. Wolf Schoemaker (18821949) pada tahun 1935. Tanahnya yang berada di Stationsplein-Binnen Nieuwpoortstraat – Magazijnsweg dibeli  pada akhir tahun 1920. Konstruksi gedung mulai dibangun pada April 1937 dan diresmikan pada 25 Mei 1940. Gedung ini direncanakan khusus sebagai kantor baru Nederlandsch-Indisch Handelsbank (NIHB) yang sedang mengembangkan bisnisnya ketika itu. Sebelumnya kantor NIHB Batavia berlokasi di Jalan Kali Besar Barat No. 41.

Bangunan satu lantai dengan luas 4.233 m² ini hampir menghabiskan keseluruhan tanahnya seluas 4.782 m². Dibangun dengan konstruksi beton, beratap seng dan asbes gelombang, memperlihatkan kekokohan bangunannya. Desain jendelanya sangat unik dibuat berjejer rapi simetris yang merupakan karakter kuat gedung ini. Pada beberapa bagian terlihat juga penggunaan kaca patri yang indah. Pemandangan indah dapat dijumpai mulai dari ruang lobby yang menampilkan desain tangga menuju banking hall di lantai yang posisinya lebih tinggi. Tangga kembar yang berbentuk lengkung ini menggunakan lantai marmer putih yang kontras dengan lantai granit pada hall-nya. Penampilan tangga ini terkesan monumental. Banking hall yang memiliki banyak kolom bulat di sekelilingnya membuat kesan seperti berada di ruang pendopo. Pengolahan lantai granitnya dan pemilihan warna serta tata cahayanya membuat nasabah dan tamu Bank pasti merasa nyaman di gedung antik yang terawat baik ini

3.2. BNI 46.

3.2.1. SEJARAH BANGUNAN

Gedung ini dibangun pada tahun 1960 dari diresmikan pada tahun 1962yang merupakan  hasil rancangan arsitek F. Silaban, yaitu sorang arsitek indonesia yang banyak merancang bangunan monumental di Jakarta, Gedung ini terletak di Jl. Lada No.1, Jakarta Barat dan  banyak menggunakan permainan bidang untuk mengantisipasi curah hujan dan sinar matahari yang banyak terdapat di negara tropis.

3.2.2. FUNGSI BANGUNAN

Fungsi bangunan ini dahulu merupakan sebuah bank yang melayani semua kegiatan yang bersangkutan dengan uang, bahkan beberapa sumber mengatakan pada zaman 60an  untuk mengambil valuta asing hanya dapat diambil di gedung ini.

3.2.3. GAYA BANGUNAN

Bangunan BNI 46 ini menganut gaya international style atau yang lebih dikenal dengan gaya arsitektur tercermin dari fasad bangunan yang berkarateristik seperti berikut :

  • Radikal penyederhanaan bentuk penolakan terhadap ornamen, dan adopsi dari kaca, baja dan beton sebagai bahan pilihan.
  • Transparansi konstruksi (ekspresi jujur struktur)
  • Penggunaaan material/struktur pabrikasi
  • Menggunakan bentuk-bentuk geometri. Berbentuk Kubus sederhana “ Segiempat panjang yang menekan”.
  • Semua bagian muka gedung bersudut 90 derajat dan bertingkat. Bentuknya segi-empat atau penyiku.
  • Jendela tersusun secara garis horizontal dan membentuk suatu garis beraturan.
  • Meminimalisir ornamen.
  • Bentuk mengikuti fungsi

3.3. Stasiun Kota. Stasiun Jakarta Kota (JAKK)

3.3.1. Sejarah

Stasiun kereta api terbesar di Indonesia yang terletak di Kelurahan Pinangsia, kawasan Kota Tua, Jakarta, Indonesia. Stasiun ini adalah satu darisedikit stasiun di Indonesia yang bertipe terminus (perjalanan awal/akhir), yang tidak memiliki jalur lanjutan lagi.

Sejak 2015, stasiun ini hanya melayani rute komuter menuju daerah-daerah Jakarta dan sekitarnya Tanjung Priok, Depok,Nambo, Bogor, dan Bekasi.

Stasiun Jakarta Kota dikenal pula dengan sebutan Stasiun Beos. Walaupun stasiun ini dinamakan “Stasiun Jakarta Kota” dari semenjak berdiri, tetapi stasiun ini lebih dikenal dengan sebutan “Stasiun Kota”. Nama “Stasiun Kota” juga dapat merujuk kepada Stasiun Surabaya Kota.

3.3.2. Masa Kini.

Stasun Jakarta Kota akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI JakartaNo. 475 tahun 1993. Walau masih berfungsi, di sana-sini terlihat sudut-sudut yang kurang terawat. Keberadaannya pun mulai terusik dengan adanya kabar mau dibangun mal di atas bangunan stasiun. Demikian pula kebersihannya yang kurang terawat, sampah beresrakan di rel-rel kereta. Selain itu, banyak orang yang tinggal di samping kiri kanan rel di dekat stasiun mengurangi nilai estetika stasiun kebanggaan ini. Kini Pihak KAI melalui Unit Pelestarian Benda dan bangunan bersejarah telah mulai menata stasiun bersejarah ini

3.3.3. Konsep Perencanaan Konservasi

  1. Eksterior

Menggunakan karakter kota tua / kota lama sebagai daya tarik untuk memberikan nilai tambah pada bangunan Stasiun Jakarta Kota.

Mempermudah pencapaian ke dalam kawasan, menata sirkulasi kendaraan, dan pejalan kaki di dalam kawasan, serta menyediakan sarana parkir yang mampu memenuhi kebutuhan aktivitas pengunjung pada kawasan di sekitar bangunan Stasiun Jakarta Kota.

Menata kembali system peragangan kaki lima yang berada di sekitar bangunan agar terlihat lebih rapi dan bersih.

Pengadaan kembali kawasan – kawasan hijau di sekitar lokasi seperti taman dan sejenisnya sebagai sarana penunjang dan nilai tambah dari bangunan.

Pengolahan fasad yang lebih menarik dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya, penertiban bagian – bagian fasilitas bangunan yang mencederai fasad bangunan sebagai bagian dari usaha mempertahankan jejak sejarah di kawasan Stasiun Jakarta Kota dan sekitarnya.

Penataan kebersihan dan keamanan di sekitar bangunan juga sangat dibutuhkan untuk memperlihatkan nilai sejarah dari sisi eksterior bagunan.

2. Interior :

  • Penertiban kegiatan penjualan di dalam Stasiun sangat dibutuhkan guna menjaga kebersihan dan kenyamanan penggunan stasiun.
  • Pengaturan tata tertib di dalam stasiun juga sangat dianjurkan untuk menjaga ketertiban pengguna KRL sekaligus menciptakan pemandangan yang suasan yang nyaman di dalam stasiun.
  • Khusus untuk bagian – bagian stasiun yang telah termakan usia atau yang tidak terurus, dianjurkan untuk melakukan perbaikan dan penataan kembali agar tidak menimbulkan pemandangan atau suasana yang mengganggu.
  • Pengadaan fasilitas – fasilitas seperti tempat duduk sangat dianjurkan untuk memberikan tempat istirahat sementara bagi para pengguna KRL yang menunggu kedatangan/ keberangkatan KRL.
  • Penyediaan fasilitas penyebrangan antar rel/ tempat pemberhentian kereta juga sangat perlu. Selain untuk mengurangi waktu dan jarak tempuh yang jauh karena harus kembali melalui jalur yang melalui dalam stasiun, juga mencegah terjadinya kecelakaan kereta yang disebabkan oleh aksi nekat para pengguna KRL yang menyebrang melalui jalur kereta.

3.4. Museum Bank Mandiri.

3.4.1. Sejarah

Berdiri tanggal 2 Oktober 1998. Museum yang menempati area seluas 10.039 m2 ini pada awalnya adalah gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan.

Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dinasionalisasi pada tahun 1960 menjadi salah satu gedung kantor Bank Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Kemudian bersamaan dengan lahirnya Bank Ekspor Impor Indonesia (BankExim) pada 31 Desember 1968, gedung tersebut pun beralih menjadi kantor pusat Bank Export import (Bank Exim), hingga akhirnya legal merger Bank Exim bersama Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) ke dalam Bank Mandiri (1999), maka gedung tersebut pun menjadi asset Bank Mandiri.

Bangunan ini bergaya Art Deco. Awal mulanya gedung ini digunakan sebagai gedung untuk memantau atau menyimpan hasil perkebunan Kolonial Belanda yang didapatkan dari seluruh Indonesia. Gagasan untuk mendirikan Museum Bank Mandiri didasarkan atas pemikiran untuk menyelamatkan dan melestarikan benda-benda bersejarah di bidang perbankan yang pernah beredar dan dipakai pada bank-bank yang berdiri di Indonesia. Museum ini didirikan oleh pemerintah dalam rangka melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah di bidang perbankan dan alat tukar manusia, khususnya di Indonesia.

3.4.2. Fasad Bangunan

Jika dilihat dari fasad bangunan secara bentuk bangunan museum bank madiri tidak ada perubahan namun ada beberapa bagian perubahan yaitu adanya penambahan  dan pengurangan. penambahan pada bangunanan museum ini terdapat pada bagian kolom yaitu, adanya pot – pot tanaman pada bagian sisi kolom. Sedangkan untuk bagian yang hilang adalah tulisan “nederlandsche handel maatschappij nv”   jika dilihat  foto dulunya nama tersebut  etrdapat pada bagian atas depan bangunan dan menjadi nama bangunan tersebut. sedangkang untuk yang sekarang nama tersebut menghilang menjadi museum mandiri. Untuk elevation pada bangunan ini baik dulu maupun sekarang tetap sama. Selain itu baik jumlah jendela bentuk dan ornamen jika di bandingkan maka hal tersebut tetap sama dengan masa kolonial dulu.

3.4.2. Fungsi Ruang

Jika dilihat dari denah bangunan dahulu dan sekarang masih sama namun bedanya kalau bangunan dahulu ruang ruang pada tiap bangunan digunakan untuk kegiatan berbankan secara nyata, sedangkan untuk sekarang ruang tersebut tetap ada yang digunakan untuk kegiatan berbangkan dan ada juga digunakan untuk pameran museum yang nuansa ruang tersebut tetap terlihat dengan adanya biorama patung patung museum yang sedang melakukan aktivitas berbangkan. Serta adanya penambahan fungsi ruang yang baru.

Di lantai basement, pengunjung dapat melihat berbagai macam Brandkast untuk tempat penyimpanan uang, emas batangan, safe deposit box dan surat berharga.

Di lantai dasar, pengunjung dapat melihat suasana ruang Kasir Cina dan operasional bank pada masa itu yang dilengkapi oleh manekin (boneka sebesar ukuran manusia) untuk lebih memahami perbankan tempoe doeloe. Di lantai dasar ini, juga terdapat berbagai mesin hitung, alat tulis, surat deposito, buku kas besar, ATM (Anjungan Tunai Mandiri) dan benda-benda perbankan dari masa ke masa.

Di lantai atas terdapat ruang rapat dan ruang direksi yang dalam kondisi terawat dan bersih. Ketika anda menaiki tangga, anda akan melihat kaca mozaik yang sangat indah dalam menghiasi interior gedung.

Untuk lantai paling atas, saat ini digunakan sebagai tempat penyimpanan properti Bank Mandiri dan ruang pamer temporer (art center) yang tertutup untuk umum.

3.4.3. Interior Bangunan

Pada bagian interior ruang, material serta warna , serta furniture tetap dipertahankan keasliannya . hal ini jika kita bandingkan antara foto dahulu dengan yang sekarang.

3.5. Museum Bank Indonesia.

3.5.1. Sejarah

Museum Bank Indonesia menggunakan bangunan dari De Javasche Bank. Jauh sebelum digunakan sebagai kantor perbankan, digunakan sebagai rumah sakit di dalam kota Batavia/Jakarta. Bangunan ini dirancang oleh sebuah biro insinyur arsitek yang bernama Ed. Cuypers dan Hulswit, dimana badan ini didirikan oleh dua orang arsitek berasosiasi yang kedua nama pemiliknya dijadikan nama perusahaannya, yaitu : Architecten Bureau Ed. Cuypres & Hulswit. Pada tahun 1933 hingga 1935, bangunan ini mengalami perluasan dan renovasi, yang dilakukan oleh biro perencana yang sama.

De Javasche Bank merupakan perusahaan swasta yang modalnya berasal dari tiga puluh empat pemegang saham. Berdiri di Batavia sesuai dengan akte pendirian (Acte van oprichting van de Javasche Bank) pada 24 Januari 1828. Di era selanjutnya, de Javasche Bank diberikan kuasa untuk menjadi Perusahaan Terbatas –PT (Limited Liability Company) yang ketika itu disebut Naamlooze Venootschap (NV) berdasarkan ketetapan Peraturan Perdagangan (Commercial Code) yang dikeluarkan di Buitenzorg (kini Bogor) pada 16 Maret 1881.

3.5.2. Arsitektur Bangunan

Bangunan de Javasche Bank menempati sebuah bangunan bekas rumah sakit Binnenhospitaal –yang berarti rumah sakit dalam (Kota) masa Batavia selama hampir delapan puluh tahun. Semakin lama semakin dirasakan perlu adanya penambahan ruangan baru. Sejak saat itu, mulailah de Javasche Bank meminta Biro Arsitek Ed. Cuypers en Hulswit untuk merencanakan pengembangan bangunan lama. Seluruh proses pembangunan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan de Javasche Bank yang dimulai sejak 1910 hingga 1935.

Gedungnya yang nampak megah dengan arsitektur kolonial, yaitu paduan langgam arsitektur neo-klasik dengan unsur tropis, yang antara lain dicerminkan oleh dinding tembok yang tebal, langit-langit tinggi, pilar-pilar kokoh, jendela-jendela besar –biasanya berdaun ganda dengan kisi-kisi atau lubang angin. Ciri utama dari gedung peninggalan de Javasche Bank adalah tampilnya ragam hias tradisional sebagaimana terdapat pada candi-candi. Sementara, pilarpilarnya menampilkan detail-detail unik yang berasal dari detail candi Jawa dan Sumatera.

3.5.3. Fasad

Museum Bank Indonesia memiliki gaya arsitektur neo-klasikal, sehingga nilai – nilai historis dapat tercermin pada bangunan ini.

3.6. PT. Asuransi Jasindo

3.6.1. Sejarah

Jalan Taman Fatahillah, atau dulu dikenal dengan Stadhuisplein, merupakan bagian dari kawasan Kota Tua Jakarta (Oude Batavia atau Jakarta Old Town) yang masih menyisakan pesona keindahan masa lalunya. Salah satunya adalah Gedung Jasindo. Gedung ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Gedung ini berada di sebelah barat kantor pos jakarta kota, atau sebelah timur cafe batavia

Gedung Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.

Gedung tersebut sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun sudah tidak dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan. Pada bagian atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT Jasindo, gedung tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi digunakan untuk berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini menyebabkan bangunan tersebut semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan karena dibiarkan terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan perbaikan.

Atap di lantai 3 sisi selatan gedung Jasindo telah runtuh. Dinding sisi barat juga telah rubuh hingga separuh. Terdapat juga sedikit retak di kolom pada sisi barat dinding yang telah roboh. Pada dinding-dinding baik di sisi barat dan timur serta beberapa joint antara dinding dan tembok terlihat lapisan dinding (plaster) yang telah terkelupas. Kondisi jendela yang terdapat pada bangunan terlihat mulai lapuk pada kusen dengan beberapa kaca jendela telah lepas atau pecah. Di bawah jendela terdapat lubang angin dengan dua pola bentuk yaitu persegi dan bujur sangkar yang berornamen. Terdapat bangunan atap darurat di atas tangga. Terlihat pula vegetasi yang tumbuh di atap bangunan yang masih tertinggal.

Ruangan yang terdapat pada lantai 3 menggunakan ubin dengan paduan antara warna merah, oranye dan ubin polos. Pola yang digunakan dalam menyusun ubin berupa persegi panjang membentuk huruf L. Terdapat dua pintu besar pada area masuk bangunan. Pada sisi utara ruangan terdapat ruang yang merupakan bekas lift. Plat lantai dan balok bangunan terbuat dari beton dan pada kondisi terkini terlihat bahwa lapisan terluar beton telah terkelupas sehingga terlihat tulangan besi yang digunakan. Sedangkan kolom terbuat dari batu bata yang disusun dengan pola memanjang dan melintang dan bergantian pada tiap baris.

Kawasan Kota Tua saat ini sedang direvitalisasi agar dapat dikembangkan sebagai Zona Ekonomi Khusus oleh JOTRC (Jakarta Old Town Revitalization Corporation) dan juga sebagai destinasi wisata nasional oleh UPK (Unit Pengembangan Kawasan) Kota Tua. JOTRC merupakan konsorsium swasta yang didirikan sekitar tiga tahun lalu oleh beberapa orang yang merasa prihatin terhadap upaya pengembangan kawasan Kota Tua Jakarta yang dikesankan berjalan di tempat.

Gedung bekas WEVA ini termasuk salah satu bangunan lawas yang mendapat prioritas rveitalisasi oleh JOTRC. Gedung ini sekarang kembali utuh dengan fasade yang dikembalikan seperti aslinya. Hanya saja tulisan WEVA yang dulu ada di dinding lantai tiga sekarang diganti tulisan Gedoeng Jasindo. Tulisan gedungnya menggunakan ejaan lama di mana huruf u ditulis dengan huruf oe.

3.6. Gedung PT. Kerta Niaga.

3.6.1. Sejarah

Dibangun sekitar abad ke 19, keberadaan bangunan ini membentuk lingkungan bersejarah di kawasan tersebut yang mempunyai daya tarik Pariwisata, khususnya nuansa Kota Tua. Bangunan ini masih asli dan dalam keadaan baik dan cukup terawat. Terjadi penambahan pada elemen jendela.

Arsitektur  : Bergaya Dutch Closed

Golongan  : B

Sumber  : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta

Gedung Kerta Niaga dibangun sekitar tahun 1912 oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit, yang dikenal sebagai biro arsitek bermashab Amsterdam. Rancangan arsitektur mereka sangat kuat hubunganya dengan Neo-Renaisance dan Art Nouveau. Bangunan ini sendiri bergaya arsitektur Dutch Closed yang kokoh. Seluruh bangunan gedung berkesan tertutup, dengan atap yang juga tertutup massif. Tak ada ruang terbuka pada bangunan ini. Belakangan dilakukan penambahan elemen jendela yang berbeda dengan bentuk asalnya.

Awalnya bangunan ini digunakan sebagai kantor perusahaan Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij. Saat terjadi nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan Belanda akhir tahun 1950-an, perusahaan ini berubah nama menjadi P.N. (Perusahaan Negara) Kerta Niaga. Bidang usahanya pun berubah menjadi distributor barang, utamanya sandang-pangan dan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi rakyat. Bangunan ini pun lantas menjadi asset P.N. Kerta Niaga, yang kemudian berubah status menjadi P.T. Kerta Niaga. Ketika dilakukan efisiensi terhadap Badan Usaha Milik Negara, P.T. Kerta Niaga dilikuidasi dan dilebur ke dalam P.T. Dharma Niaga. Bangunan ini pun turut berpindah pengelolaan, juga ketika dilakukan penggabungan (merger) atas tiga BUMN dibidang perdagangan yaitu, PT Panca Niaga, PT Dharma Niaga, PT Cipta Niaga, menjadi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero). Meski beralih pengelolaan berkali-kali, kondisi bangunan Kerta Niaga say ini masih cukup baik dan terawat, meski terdapat kerusakan sana-sini karena termakan usia. Unsur-unsur keaslian bangunan pun masih kuat. Sebagai perusahaan Kerta Niaga telah dilikuidasi, tinggallah bekas kantornya, menyisakan kisah sejarah untuk dilestarikan.

Kronologi Bangunan

1912    : Pembangunan gedung oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit

1912-1957       : Kantor Kolonialle Zee en Brand Assurantie Maatschappij

>1966  : Kantor PN Kerta Niaga

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Gedung Bank Mandiri Kanwil III.

Gedung ini memiliki klasifikasi pemugaran bangunan golongan A, yaitu harus mempertahankan keasilan seluruh bangunan, dan hingga kini bangunan ini masih terjaga keasliannya, gedung ini juga tetap sesuai dengan fungsi nya sebagai bank hingga saat ini.

4.2. BNI 46.

Gedung BNI 46 yang terletak di  Jl. Lada No.1, Jakarta Barat merupakan bangunan golongan tipe B yang dimana tidak boleh dilakukan perubahan baik pada struktur utama dan fasad bangunan, namun dalam beberapa waktu terakhir pemerintah melakukan perawatan pada bangunan tersebut yang bertujuan melestarikan bangunan tanpa mengubah struktur  aslinya.

4.3. Stasiun Kota.

Berdasarkan pengamatan dan analisis dari data-data dan teori yang ada, saya menyimpulkan bahwa di dalam pelaksanaan konservasi stasiun Kota Jakarta (BEOS) ini sangat mempertahankan fungsi yang ada sejak dahulu, hal ini dapat dibuktikan dari fungsinya yang masih sebagai stasiun induk kereta api. Secara arsitektur juga baik konsep, interior maupun eksterior tetap terjaga sebagai mana aslinya.

4.4. Museum Bank Mandiri.

Bangunan museum mandiri  termaasuk kedalam golongan A dimana baik fasade bangunan, interior, struktur utama,dan  ornamen tidak boleh ada yang dirubah berarti harus sesuai dengan bangunan aslinya, namun jika dilihat dari ananlisis ada perubahan bagian fasade bangunan dimana pada bagian sisi tiang terdapat pot pot tanaman dan hilangnya tulisan asli nama bangunan tersebut. sedangkan untuk struktur utama, ornamen dan interior bangunan tidak ada yang berubah.

4.5. Museum Bank Indonesia.

Gedung ini memiliki klasifikasi pemugaran bangunan golongan A, yaitu harus mempertahankan keasilan seluruh bangunan, dan hingga kini bangunan ini masih terjaga keasliannya, bagunan tua sebagai peninggalan sejarah adalah warisan budaya bangsa, dimana terdapat kearifan tertentu yang sangat berperan sebagai pijakan generasi masa kini dalam membangun masa depan. Tak hanya mewariskan dalam bentuk kasat mata saja, tetapi juga esensi dan kualitas yang terkandung di dalamnya. Peninggalan-peninggalan tersebut harus dijaga sebijaksana mungkin, dalam niat maupun pelaksanaannya.

4.6. PT. Asuransi Jasindo

Bangunan Gedung Jasindo  termaasuk kedalam golongan A dimana baik fasade bangunan, interior, struktur utama,dan ornamen tidak boleh ada yang dirubah berarti harus sesuai dengan bangunan aslinya, Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan. Gedung bekas WEVA ini termasuk salah satu bangunan lawas yang mendapat prioritas rveitalisasi oleh JOTRC. Gedung ini sekarang kembali utuh dengan fasade yang dikembalikan seperti aslinya. Hanya saja tulisan WEVA yang dulu ada di dinding lantai tiga sekarang diganti tulisan Gedoeng Jasindo.

4.7. Gedung PT. Kerta Niaga.

Dalam konservasi pelestarian, penulis mengangkat satu bangunan untuk dijadikan studi kasus yaitu pada bangunan  kerta niaga, dimana masih menyimpan potensi yang baik. Pemahaman mengenai pola ruang dan keterkaitan dnegan kawasan sekitar yang mendalam dibutuhkan untuk dapat mengidupkan kembali gedung ini serta perannya dalam revitalisasi kawasan kota tua, tanpa melupakan karakter dan nilai sejarah bangunan.

Gedung  PT.  Kerta  Niaga  tidak  banyak  terdapat  kerusakan  berat,  kerusakan gedung  ini  tergolong  ringan  maupun  semi  bert.  Bentuk  asli  bangunan  masih jelas  terlihat,  upaya  adaptive  reuse  digunakan  untuk  mempertahankan  bangunan bersejarah   tersebut   namun   memberikan   fungsi   yang   baru   sesuai   dengan masterplan  revitalisasi  dan  lingkungan  sekitar  sehingga  bangunan  akan  tetap terawat sehingga menjadi bangunan yang berkelanjutan

Pada gambar, dapat dilihat ornament dihilangkan pada fasad yang merupakan salah satu pencerminan langgam art deco dari gedung tersebut. Maka dari itu, bentuk fasad gedung akan dikembalikan seperti pada tahun 1912 karena pada dasarnya bangunan-bangunan peninggalan dilestarikan tanpa merubah bentuk aslinya untuk menjaga nilai historisnya.

5

denah gedung Kerta Niaga

  • Fungsi gedung pada lantai 1 bersifat terbuka tanpa adanya sekat dengan kolom-kolom di kedua sisinya, lantai ini difungsikan sebagau ruang serbaguna.
  • Lantai 2 memiliki lebih banyak sekat yang difungsikan untuk ruang-ruang kantor dengan material dinding menggunakan bata.

Pencahayaan Alami melalui skylight, ruang dalam bangunan memperoleh cahaya yang cukup terang serta suhu ruangan cukup untuk beraktifitas didalamnya

Kondisi Eksisting Gedung Kerta Niaga

Kini kondisi gedung kerta niaga teridentifikasi memiliki kerusakan yang cukup banyak, khususnya pada bagian lantai, dinding dan plafon baik dibagian dalam maupun dibagian luar. Pada lantai 2 atap mengalami kerusakan.

Penanganan

  • Penanganan pelestarian gedung Kerta Niaga dalam upaya konservasi adalah dengan cara Adaptive reuse dimana penggunaan kembali bangunan tua/bersejarah dengan mengubah fungsi awal bangunan dengan menyesuaikan pada keadaan sekarang. Dengan melalui 4 tahap yaitu; understanding, implementation, dan  evaluation.
  • Tahap Understanding dan Implementation dengan cara memahami terlebih dahulu sejarah bangunan, baik estetik bangunan dalam segi elemen bentuk dan material. Sehingga tidak merusak atau mengubah eksistingnya karena dalam melestarikan atau merenovasi bangunan peninggalan tidak boleh mengubah bentuk aslinya karena bangunan tersebut memilii nilai historis tersendiri. Selain itu juga harus memperhatikan konteks sekitar bangunan.

 

 

 

Referensi :

Pelestarian Bangunan Karya Arsitektur Antara Arkeologi dan Arsitektur, (Alia Sholeha, 2008, p. 9)

HIDAYATI, RAHMALIA . (2009). cara Pemanfaatan Bangunan Kuno Dan Bersejarah Sehingga Layak Menjadi Bangunan Cagar Budaya. [ONLINE] . tersedia : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20249496-R050912.pdf [ 06 juni 2016 ]

https://wikimelo.wordpress.com/2016/08/04/pengertian-konservasi-arsitektur/

http://farispilararijati.blogspot.co.id/2016/06/konservasi-arsitektur-studi-kawasan.html

https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2016/06/13/studi-kawasan-konservasi-kota-tua-jakarta-kawasan-taman-fatahillah/

http://tookick.blogspot.co.id/2013/04/pt-kerta-niaga_8.html

http://koentjoro7.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-konservasi-arsitektur.html

https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/

http://ayokejakarta.blogspot.co.id/2012/06/kota-tua.html

http://azhenk2009.blogspot.co.id/

http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1174265&page=19

http://antariksaarticle.blogspot.co.id/2012/04/beberapa-teori-dalam-pelestarian.html

http://f-pelamonia.blogspot.co.id/2012/05/konservasi-stasiun-jakarta-kota.html

http://kekunaan.blogspot.co.id/2012/07/gedung-ex-nederlandsch-indisch.html

http://slideplayer.info/slide/3061934/

https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/

https://strafaelyudistira.wordpress.com/2016/02/04/arsitektur-museum-bank-indonesia/

http://thesis.binus.ac.id/Doc/WorkingPaper/2014-2-01221-AR%20WorkingPaper001.pdf

https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab5/2014-2-01221-AR%20Bab5001.pdf

http://www.iai-jakarta.org/?scr=08&ID=242&selectLanguage=2

http://www.indischeliterairewandelingen.nl/index.php/wandelingen/158-jakarta-2-stadhu

Konservasi Bangunan Kerta Niaga pada Kawasan Kota Tua, Jakarta

Standard

LATAR BELAKANG

Jakarta sebagai Ibukota Indonesia, memiliki sejarah yang panjang hingga menjadi kota metropolitan seperti saat ini sebuah kota besar tidak luput dari sejarahnya. Jakarta dulu dikenal dengan nama Batavia, Awal mula Batavia berawal dari pelabuhan Sunda kelapa kemudian berkembang ke daerah sekitar pelabuhan sehingga pusat pemerintahan Batavia masih di sekitar kawasan pelabuhan yang kini disebut dengan Kawasan Kota Tua Jakarta. Diusianya yang sudah tua, kawasan ini memiliki nilai historis yang tinggi, maka sudah sepatutnya warisan tersebut harus terus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya.

Konservasi Arsitektur merupakan  upaya penyelamatan/pelestarian obek/bangunan sebagai bentuk apresiasi pada perjalanan sejarah suatu bangsa dan sebagai warisan bangsa antar generasi. Karena, sebuah negara yang berhasil tak luput dari sejarahnya. Kawasan Kota tua sudah ditetapkan menjadi cagarbudaya oleh pemerintah setempat, kawasan sejarah terbagi menjadi beberapa zona yaitu, zona pelabuhan, zona kota tua, zona pecinan, zona pekojan dan zona glodok.

Upaya konservasi terus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah hilangnya identitas serta meningkatkan pariwisata dan bisnis kawasan Kota Tua Jakarta. Melihat kondisi Kota Tua yang masih banyak memiliki permasalahan, maka perlu adanya upaya menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat khususnya di Ibukota Jakarta untuk mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan pariwisata dan kawasan cagar budaya yang mendukung Kota Jakarta.

Disi lain permasalahan terdapat dikawasan ini, image kota tua yang masih dinilai kurang dalam segi fasilitas penunjang kawasan yang berakibat kurang nyamannya area terbuka bagi pengunjung terlebih ketika cuaca sangat terik, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung, lalu lintas yang tidak teratur, kualitas lingkungan yang masih rendah, serta area parkir yang masih berantakan. Mengingat konservasi suatu bangunan bersejarah itu sangat penting maka dengan alasan tersebut penulis membuat tugas penulisan ini untuk mengidentifikasi tingkat pemugaran di kawasan Kota Tua Jakarta.

JENIS KEGIATAN PELESTARIAN

Highfield (1987: 20-21) menjabarkan tingkat perubahan pada tindakan pelestarian dalam tujuh tingkatan, yakni;

  1. Perlindungan terhadap seluruh struktur bangunan, beserta dengan subbagian-bagian penyusunnya, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana-prasarana. Dalam tingkat pelestarian yang paling rendah, perubahan yang memungkinkan terjadi adalah perbaikan tangga eksisting untuk disesuaikan dengan kebutuhan lift, penggunaan sistem penghawaan buatan sederhana yang dikombinasikan dengan penghawaan alami;
  2. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior bangunan, termasuk atap dan sebagian besar interiornya, dengan perubahan kecil pada struktur internal, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana saniter. Perubahan struktural dapat melibatkan demolisi beberapa subbagian interior, atau penambahan tangga baru, dan apabila memungkinkan shaft lift;
  3. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior eksisting, termasuk atap, dengan perubahan besar pada struktur internal serta perbaikan finishing, utilitas, dan sarana saniter. Perubahan besar pada struktur internal dapat melibatkan penambahan tangga beton bertulang yang baru, instalasi lift, demolisi dinding struktur pada interior secara skala yang lebih luas, atau penambahan lantai baru selama sesuai dengan ketinggian lantai aslinya;
  4. Perlindungan seluruh dinding selubung bangunan, dan demolisi total pada atap dan interiornya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang terisolasi, seluruh dinding fasad eksternal layak untuk dilindungi, tapi pengembangan ke depannya menbutuhkan wadah untuk fungsi yang sama sekali baru, bebas dari elemen internal bangunan eksisting;
  5. Perlindungan hanya pada dua atau tiga penampang/tampak bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan pembangunan bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang tapaknya terletak pada sudut pertemuan dua atau lebih jalan;
  6. Perlindungan hanya pada satu penampang/tampak bangunan, sebuah dinding fasade dari bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad. Opsi ini dapat dilakukan apabila bangunan tersebut hanya memiliki satu fasad yang penting, tampak bangunan yang penting tersebut menghadap jalan utama dan seluruh sisa tampaknya menempel pada bangunan di sekelilingnya; dan
  7. Opsi paling drastis pada pengembangan kembali adalah dengan tidak memberikan pilihan untuk pelestarian, tetapi dengan demolisi total bangunan eksisting dan menggantinya dengan bangunan yang baru.

KRITERIA PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

A. Kriteria Tolak Ukur dan Penggolongan Benda Cagar Budaya

Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah:

  • Tolak ukur nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi symbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Tolak ukur umur dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.
  • Tolak ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.
  • Tolak ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan keberadaaan sebuah bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan symbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.
  • Tolak ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.

Dari kriteria dan tolak ukur di atas lingkungan cagar budaya diklasifikasikan dalam 3 golongan, yakni:

  • Golongan I: lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria, termasuk yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki tingkat keaslian yang utuh.
  • Golongan II: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, telah mengalami perubahan namun masih memiliki beberapa unsur keaslian.
  • Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, yang telah banyak perubahan dan kurang mempunyai keaslian.

B) Klasifikasi bangunan Cagar Budaya di Indonesia

  • Gaya Bangunan

Kriteria bangunan di Indonesia khususnya Jakarta. Bangunan-bangunan peninggalan dan memiliki nilai sejarah harus di pelihara dan dilestarikan bentuk bangunannya di Kawasan Jakarta Utara cukup banyak bangunan peninggalan khususnya kawasan Kota Tua Jakarta, Berdasarkan sejarah perkembangan arsitektur  yang ada di Indonesia, tipologi bangunan dibagi menjadi :

1)Bangunan masyarakat Kolonial Eropa

  • Bangunan periode  VOC   (abad   XVI-XVII),    arsitektur         periode pertengahan Eropa.

Ciri-ciri bangunan ini adalah kesan tertutup, sedikit bukaan, jendela besar tanpa tritisan, tanpa serambi.

  • Bangunan periode negara kolonial (Neo Klasik Eropa).

Ciri-ciri bangunan ini adalah atap-atap tritisan, veranda dan jendela- jendela krepyak

  • Bangunan modern kolonial (abad XX)

Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Art Deco dan Art Nouveau.

Bangunan masyarakat China.

  • Ciri-ciri bangunan ini adalah berupa shop houses bergaya Cina Selatan, terletak di sekitar core inti wilayah utama suatu daerah. Contohnya: bangunan klenteng yang ada di Petak 9 di daerah Glodok.

3) Bangunan masyarakat pribumi.

  • Ciri-ciri bangunan ini adalah berada di luar benteng, berupa rumah panggung namun ada juga yang langsung menyentuh lantai, menggunakan bahan-bahan alami. Saat ini bangunan dengan tipologi sudah banyak yang punah.

4) Bangunan modern Indonesia.

  • Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Internasional Style. Contohnya: Gedung BNI 46 yang berada di dekat Stasiun Kota.

C) Golongan bangunan

Berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

1)Golongan A

Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):

  • Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
  • Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  • Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
  • Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya

2)Golongan B

Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):

  • Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  • Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting
  • Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
  • Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.

3) Golongan C

Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):

  • Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
  • Detail rnament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
  • Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
  • Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
  • Pemanfaatan Kembali Bangunan Cagar Budaya

Secara keseluruhan ada 3 cara pemanfaatan kembali bangunan cagar budaya (R.M. Warner, S.M. Groff, R. P Warner, 1978, p. 17), yaitu:

a) Continued Use

Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua sesuai dengan fungsi lamanya ketika pertama kali didirikan serta dapat juga ditambahkan fungsi baru sebagai pendukung fungsi utamanya.

b) Adaptive Re-use

Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua dengan mengubah fungsi awal dari bangunan tersebut dengan menyesuaikan pada keadaan pada masa sekarang.

c) New Additions

Cara ini berupa penambahan konstruksi baru atau membangun struktur baru pada struktur sebelumnya dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan bangunan sebelumnya.

STUDI KASUS

A. Sejarah Kawasan Kota Tua

Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka).

Dijuluki “Permata Asia” dan “Ratu dari Timur” pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.

B. Aktifitas di Kawasan Kota Tua Jakarta

Berikut merupakan diagram aktifitas pengunjung Kawasan Kota Tua dan Zonasi Tata Letak masa bangunan.

1

C. Pelestarian Gedung Kerta Niaga

1) Sejarah Gedung Kerta Niaga

3

Gedung Kerta Niaga

Dibangun sekitar abad ke 19, keberadaan bangunan ini membentuk lingkungan bersejarah di kawasan tersebut yang mempunyai daya tarik Pariwisata, khususnya nuansa Kota Tua. Bangunan ini masih asli dan dalam keadaan baik dan cukup terawat. Terjadi penambahan pada elemen jendela.

Gedung Kerta Niaga dibangun sekitar tahun 1912 oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit, yang dikenal sebagai biro arsitek bermashab Amsterdam. Rancangan arsitektur mereka sangat kuat hubunganya dengan Neo-Renaisance dan Art Nouveau. Bangunan ini sendiri bergaya arsitektur Dutch Closed yang kokoh. Seluruh bangunan gedung berkesan tertutup, dengan atap yang juga tertutup massif. Tak ada ruang terbuka pada bangunan ini. Belakangan dilakukan penambahan elemen jendela yang berbeda dengan bentuk asalnya.

Awalnya bangunan ini digunakan sebagai kantor perusahaan Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij. Saat terjadi nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan Belanda akhir tahun 1950-an, perusahaan ini berubah nama menjadi P.N. (Perusahaan Negara) Kerta Niaga. Bidang usahanya pun berubah menjadi distributor barang, utamanya sandang-pangan dan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi rakyat. Bangunan ini pun lantas menjadi asset P.N. Kerta Niaga, yang kemudian berubah status menjadi P.T. Kerta Niaga.

Ketika dilakukan efisiensi terhadap Badan Usaha Milik Negara, P.T. Kerta Niaga dilikuidasi dan dilebur ke dalam P.T. Dharma Niaga. Bangunan ini pun turut berpindah pengelolaan, juga ketika dilakukan penggabungan (merger) atas tiga BUMN dibidang perdagangan yaitu, PT Panca Niaga, PT Dharma Niaga, PT Cipta Niaga, menjadi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero). Meski beralih pengelolaan berkali-kali, kondisi bangunan Kerta Niaga say ini masih cukup baik dan terawat, meski terdapat kerusakan sana-sini karena termakan usia. Unsur-unsur keaslian bangunan pun masih kuat. Sebagai perusahaan Kerta Niaga telah dilikuidasi, tinggallah bekas kantornya, menyisakan kisah sejarah untuk dilestarikan.

2) Arsitektur Bangunan

Arsitektur : Bergaya Dutch Closed

Golongan : B

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI JakartaGedung Kerta  Niaga

4

fasad gedung Kerta Niaga

Pada gambar, dapat dilihat ornament dihilangkan pada fasad yang merupakan salah satu pencerminan langgam art deco dari gedung tersebut. Maka dari itu, bentuk fasad gedung akan dikembalikan seperti pada tahun 1912 karena pada dasarnya bangunan-bangunan peninggalan dilestarikan tanpa merubah bentuk aslinya untuk menjaga nilai historisnya.

5

denah gedung Kerta Niaga

  • Fungsi gedung pada lantai 1 bersifat terbuka tanpa adanya sekat dengan kolom-kolom di kedua sisinya, lantai ini difungsikan sebagau ruang serbaguna.
  • Lantai 2 memiliki lebih banyak sekat yang difungsikan untuk ruang-ruang kantor dengan material dinding menggunakan bata.

Pencahayaan Alami melalui skylight, ruang dalam bangunan memperoleh cahaya yang cukup terang serta suhu ruangan cukup untuk beraktifitas didalamnya.

3) Kondisi Eksisting Gedung Kerta Niaga

Kini kondisi gedung kerta niaga teridentifikasi memiliki kerusakan yang cukup banyak, khususnya pada bagian lantai, dinding dan plafon baik dibagian dalam maupun dibagian luar. Pada lantai 2 atap mengalami kerusakan.

7

Gambar kerusakan pada dinding 

8

Gambar kerusakan pada plafond

  • Penanganan pelestarian gedung Kerta Niaga dalam upaya konservasi adalah dengan cara Adaptive reuse dimana penggunaan kembali bangunan tua/bersejarah dengan mengubah fungsi awal bangunan dengan menyesuaikan pada keadaan sekarang. Dengan melalui 4 tahap yaitu; understanding, implementation, dan  evaluation.
  • Tahap Understanding dan Implementation dengan cara memahami terlebih dahulu sejarah bangunan, baik estetik bangunan dalam segi elemen bentuk dan material. Sehingga tidak merusak atau mengubah eksistingnya karena dalam melestarikan atau merenovasi bangunan peninggalan tidak boleh mengubah bentuk aslinya karena bangunan tersebut memilii nilai historis tersendiri. Selain itu juga harus memperhatikan konteks sekitar bangunan.

KESIMPULAN

  • Gedung Kerta Niaga merupakan salah satu peninggalan sejarah yang berada dikawasan Cagar Budaya, sehingga emiliki nilai historis yang cukup tinggi. Gedung ini termasuk golongan B dengan gaya arsitektur Dutch-closed.
  • Dalam konservasi arsitektur, untuk jenis bangunan cagar budaya dapat diterapkan Adaptive reuse dimana penggunaan kembali bangunan tua/bersejarah dengan mengubah fungsi awal bangunan dengan menyesuaikan pada keadaan sekarang (untuk fungsinya). Pembaruan bangunan harus dipahami terlebih dahulu sejarang bangunannya sehingga tidak merubah bentuk bangunan.
  • Pembaruan pada gedung Kerta Niaga akan cocok apabila art deco diterapkan karena sesuai dengan masa berdirinya gedung ini yaitu pada tahun 1912 adalah era gaya art deco.

 

Referensi :

Pelestarian Bangunan Karya Arsitektur Antara Arkeologi dan Arsitektur, (Alia Sholeha, 2008, p. 9)

HIDAYATI, RAHMALIA . (2009). cara Pemanfaatan Bangunan Kuno Dan Bersejarah Sehingga Layak Menjadi Bangunan Cagar Budaya. [ONLINE] . tersedia : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20249496-R050912.pdf [ 06 juni 2016 ]

Pengertian Konservasi Arsitektur

http://farispilararijati.blogspot.co.id/2016/06/konservasi-arsitektur-studi-kawasan.html

STUDI KAWASAN KONSERVASI KOTA TUA JAKARTA: KAWASAN TAMAN FATAHILLAH

http://tookick.blogspot.co.id/2013/04/pt-kerta-niaga_8.html

http://koentjoro7.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-konservasi-arsitektur.html

Jelajah Kota Toea Jakarta

http://ayokejakarta.blogspot.co.id/2012/06/kota-tua.html

http://azhenk2009.blogspot.co.id/

http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1174265&page=19

http://antariksaarticle.blogspot.co.id/2012/04/beberapa-teori-dalam-pelestarian.html

http://f-pelamonia.blogspot.co.id/2012/05/konservasi-stasiun-jakarta-kota.html

http://kekunaan.blogspot.co.id/2012/07/gedung-ex-nederlandsch-indisch.html

http://slideplayer.info/slide/3061934/

Jelajah Kota Toea Jakarta

ARSITEKTUR MUSEUM BANK INDONESIA

Click to access 2014-2-01221-AR%20WorkingPaper001.pdf

Click to access 2014-2-01221-AR%20Bab5001.pdf

http://www.iai-jakarta.org/?scr=08&ID=242&selectLanguage=2

http://www.indischeliterairewandelingen.nl/index.php/wandelingen/158-jakarta-2-stadhu

Pengembalian Fungsi Pedestrian Sebagai Fasilitas Umum

Standard

Pendekatan Teori Kritik

Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang yang Berjalan kaki, dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki atau secara harfiah, pedestrian berarti “ person walking in the street “, yang berarti orang yang berjalan di jalan. Jalur pedestrian ini juga merupakan elemen penting dalam perancangan kota, karena tidak lagi berorientasi pada keindahan semata, akan tetapi juga pada masalah kenyamanan dengan didukung oleh kegiatan pedagang eceran yang dapat memperkuat kehidupan ruang kota yang ada. Sistem jalur pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan terhadap kendaraan di kawasan pusat kota, meningkatkan penggunaan pejalan kaki, mempertinggi kualitas lingkungan melalui sistem perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan pedagang kaki lima yang lebih banyak dan akhirnya akan membantu kualitas udara di kawasan tersebut.

Adapun persyaratan teknis sebuah pedestrian meliputi :

  1. Kebutuhan fasilitas pejalan kaki biasanya terkosentrasi didaerah perkotaan, mengingat dinamika masyarakatnya yang cukup tinggi terutama dipusat-pusat keramaian seperti pusat perdagangan, stasiun, terminal, sekolahan, dan lain sebagainya.
  2. Hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan fasilitas pejalan kaki adalalah :
  3. Mudah dan jelas, fasilitas yang dibuat harus mudah diakses dan cepat dikenali
  4. Nyaman dan aman, fasilitasnya harus dirancang yang menyenangkan dan aman dari sisi konstruksi dan lingkungan.
  5. Sebaiknya menerus, langsung dan lurus ke tempat tujuan.
  6. Penyediaan jembatan penyeberangan disuatu lokasi sangat ditentukan oleh seberapa besar arus pejalan kaki yang menyeberang, volume arus kendaraan baik di ruas maupun di simpang serta banyaknya kecelakaan yang terjadi dilokasi tersebut, serta gangguan-gangguan samping lainnya seperti parkir, pedang kaki lima serta aktivitas perdagangan lainnya yang justru dapat menghambat berfungsinya jembatan penyeberangan yang ada.

Namun nyatanya, di beberapa daerah pembangunan pedestrian/jalur pejalan kaki belum memenuh standar teknis.

Permasalahan

Di kota Depok khususnya daerah Jalan Margonda Raya dan Jalan Akses UI. Kini Depok sedang melakukan renovasi pedestrian, hampir setiap tahun dilakukannya pembongkaran trotoar/pedestrian. Berikut merupakan Potret Pedestrian dijalan Raya Margonda dan Jalan Akses UI;

  1. Pedestrian Jalan Raya Margonda

pedestrian-margonda

Sumber: Google Earth

Potret ruas pedestrian dijadikan sebagai area perdagangan oleh pedagang kaki lima

pedestrian-margonda-2Sumber: Google Earth

Potret ruas pedestrian dijadikan parkir dan tempat usaha, sehingga pejalan kaki menggunakan bahu jalan untuk berjalan

2. Pedestrian Jalan Akses UI

pedestrian-kelapa-2 Sumber: Google Earth

Potret pedestrian di jalan Akses UI, kondisi fisik yang tidak nyaman lebar hanya 1 meter dengan material semen yang di plur dan di beberapa sisinya terlihat sudah pecah/rusak.

Kritik

Pada Jalan Margonda Raya lahan pedestrian digunakan oleh pedagang kaki lima untuk berjualan dan lahan parkir bagi pengunjung toko baik siang hari maupun malam hari sehingga memakan jalur pedestrian yang hanya memiliki lebar ±1.5m. Hal ini menyebabkan para pengguna jalur pedestrian terganggu kenyamanannya sehingga akan membuat mereka lebih memilih berjalan di bahu jalan walaupun membahayakan atau menggunakan angkutan umum dibandingkan berjalan melalui jalur pedestrian.  Selain lahan parkir yang termakan oleh aktivitas perdagangan, jalur pedestrian pada Jalan Akses UI dapat dikatakan tidak memenuhi persyaratan fisik, atau dapat dikatakan tidak terawat, banyak lantai pedestrian yang pecah/rusak sepanjang jalan dan belum ada tindak lanjut untuk pedestrian di daerah ini.

Pedestrian di Kota depok kini dalam proses renovasi, perbaikan meliputi saluran drainase pada bagian bawah pedestrian, penggantian material pada lantai pedestrian dan penambahan jalur lantai untuk difabel, seharusnya pengadaan jalur ini sudah ada dari dulu karena merupakan fasilitas umum.

pedestrian-3 Sumber: Google Earth

pedestrian-4Sumber: Google Earth

Meskipun sudah nyaman dan terawat, jalur pedestrian di sepanjang jalan Margonda Raya masih tidak berfungsi sebagaimana fungsinya meskipun kini pedagang kaki lima sudah dipindahkan di tepi jalur pedestrian namun, kebiasaan jalur pedestrian yang difungsikan sebagai lahan parkir masih tidak terbantah. , hal ini disebabkan karena tingginya elevasi lantai terhadap ground/jalan utama selain itu jarak yang berdekatan memuat para pejalan kaki merasa lelah karena harus naik dan  turun pedestrian/trotoar. Selain itu disepanjang jalur pedestrian di Jalan Raya Margonda jalur tidak difasilitasi dengan peneduh hal ini menyebabkan sebagian masyarakat masih banyak yang memilih berjalan di bahu jalan di banding menggunakan fasilitas pedestrian atau naik kendaraan umum untuk menempuh jarak yang dekat ketika siang hari karena panas.

analisa

Sumber : Analisis Pribadi

Dari ilustrasi diatas dapat dilihat elevasi trotoar yang cukup tinggi ±20 cm dan pemotong/jalan masuk ke toko/ruko di sekitar jalan yang memotong trotoar yang berdekatan membuat pengguna jalur pedestrian harus melangkah ekstra untuk turun dan menaiki trotoar selain itu kurangnya tanaman peneduh disekitar jalur.

analisis

Sumber : Analisis Pribadi

Dari ilustrasi kedua dapat dilihat sebaiknya trotoar/ jalur dibuat flow/ramp ketika berpotongan dengan jalan masuk ke toko/ruko sehingga jalur pedestrian nyaman digunakan dan aman untuk difabel, selain itu juga penambahan tanaman peneduh agar disiang hari jalur tidak terasa panas.

GWONGEUMSEONG FORTRESS

Standard

MAKRO

Republik Korea atau biasa dikenal sebagai Korea Selatan atau Korsel adalah sebuah negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Di sebelah utara, Republik Korea berbatasan Korea Utara, di mana keduanya bersatu sebagai sebuah negara hingga tahun 1948. Laut Kuning di sebelah barat, Jepang berada di seberang Laut Jepang dan Selat Korea berada di bagian tenggara. Negara ini dikenal dengan nama Hanguk oleh penduduk Korea Selatan dan disebut Namchosŏn di Korea Utara. Ibu kota Korea Selatan adalah Seoul.

Penemuan arkeologis menunjukkan bahwa Semenanjung Korea telah didiami sejak Masa Paleolitik Awal. Sejarah Korea dimulai dari pembentukan Gojoseon pada 2333 SM. oleh Dan-gun. Setelah unifikasi Tiga Kerajaan Korea dibawah Silla pada 668 M, Korea menjadi satu di bawah Dinasti Goryeo dan Dinasti Joseon hingga akhir Kekaisaran Han Raya pada 1910 karena dianeksasi oleh Jepang. Setelah liberalisasi dan pendudukan oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat pada akhir Perang Dunia II, Wilayah Korea akhirnya dibagi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.

soft8

 

Gambar Peta Korea Selatan

Ibu kota
(dan kota terbesar)
Seoul
37°33′LU 126°58′BT
Luas
 – Total 100.210 km2
 – Perairan (%) 0,3
Penduduk
 – Perkiraan 2015 51.448.183
 – Kepadatan 503/km2

Kehidupan

Masyarakat tradisional Korea memilih tempat tinggal berdasarkan geomansi. Orang Korea meyakini bahwa beberapa bentuk topografi atau suatu tempat memiliki energi baik dan buruk (dalam konsep eum dan yang) yang harus diseimbangkan. Geomansi memengaruhi bentuk bangunan, arah, serta bahan-bahan yang digunakan untuk membangunnya.

Rumah menurut kepercayaan mereka harus dibangun berlawanan dengan gunung dan menghadap selatan untuk menerima sebanyak mungkin cahaya matahari. Cara ini masih sering dijumpai dalam kehidupan modern saat ini.

Rumah tradisional Korea (biasanya rumah bangsawan atau orang kaya) menjadi bagian dalam (anchae), bagian untuk pria (sarangchae), ruang belajar (sarangbang) dan ruang pelayan (haengrangbang). Besar rumah dipengaruhi oleh kekayaan suatu keluarga.

Rumah-rumah ini memiliki penghangat bawah tanah yang disebut ondol yang berfungsi saat musim dingin.

soft2.jpg

Gambar Kehidupan Masyarakat Korea Selatan

Pakaian

Pakaian tradisional Korea disebut Hanbok (Korea Utara menyebutChoson-ot). Hanbok terbagi atas baju bagian atas (Jeogori), celana panjang untuk laki-laki (baji) dan rok wanita (Chima).

Orang Korea berpakaian sesuai dengan status sosial mereka sehingga pakaian merupakan hal penting. Orang-orang dengan status tinggi serta keluarga kerajaan menikmati pakaian yang mewah dan perhiasan-perhiasan yang umumnya tidak bisa dibeli golongan rakyat bawah yang hidup miskin.

Dahulu, Hanbok diklasifikasikan untuk penggunaan sehari-hari, upacara dan peristiwa-peristiwa tertentu. Hanbok untuk upacara dipakai dalam peristiwa formal seperti ulang tahun anak pertama (doljanchi), pernikahan atau upacara kematian.

Saat ini hanbok tidak lagi dipakai dalam kegiatan sehari-hari, namun pada saat-saat tertentu masih digunakan.

3

Gambar Pakaian Adat Korea

Seni

Keramik adalah bentuk seni populer di masa Dinasti Joseon. Contoh keramik termasuk porselen putih atau porselen putih yang dihiasi dengan kobalt, tembaga merah underglaze, biru underglaze dan besi underglaze. Keramik dari periode Joseon berbeda dari periode lain karena seniman merasa bahwa setiap karya seni layak memiliki kepribadian unik yang dibudidayakan.

MIKRO

SEORAKSAN

soft 4

Peta Letak Mt. Seoraksan

Gunung Seorak ditetapkan sebagai cagar alam pada tanggal 5 November 1965 dan sebagai taman nasional yang ke-5 Korea pada tahun 1970.

Luas Taman Nasional Gunung Seorak adalah 398,539 km², Dengan ketinggian sekitar 1.700 mdpl, Seoraksan menjadi salah satu gunung tertinggi di Korea.terbentang di beberapa wilayah kabupaten dan kota seperti Kabupaten Inje, Goseong, Yangyang dan Kota Sokcho. Seorak Dalam (Naeseorak) terletak di Inje, sementara kawasan Seorak Luar (Oeseorak) terletak di wilayah Sokcho, Yangyang, dan Goseong.

Pada tahun 1982, Gunung Seorak ditetapkan sebagai Distrik Pelestarian Biosfer (Biosphere Preservation District) oleh UNESCO. IUCN (International Union for Conservation of Nature) mengakui kawasan ini penting sebagai perlindungan bagi keanekaragaman hayati..

Seoraksan National Park dapat dicapai sekitar tiga jam dari kota Seoul dengan menggunakan bus.
Tebing-tebingnya yang berwarna pucat nampak seperti salju abadi. Itulah sebabnya gunung ini dinamakan Seorak, Seor berarti salju dan ak berarti gunung besar. Kawasan ini menjadi salah satu tujuan wisata alam favorit keluarga.

Dari ketinggian 1.200 mdpl ini, pengunjung dapat menyaksikan keindahan hamparan hutan, bukit dan tebing-tebing batu di sekitarnya. Di kejauhan, tampak Laut Jepang dan Kota Sokcho. Cheonbuldong Valley yang dipenuhi batu-batu putih tampak berkelok-kelok membelah kawasan Seoraksan.

GWONGEUMSEONG FORTESS

257464_image2_1

Letak Gwongeumseong Fortress

Gwongeumseong fortress adalah situs reruntuhan kastil yang berada di seoraksan mountain, yang juga dikenal sebagai mt. onggeumsan castle, atau toto castle (ada di kaki gunung dolsan di wilayah seoraksan sogongwon). Tempat ini dipercaya dibangun oleh raja ke-23 kerajaan goryeo, periode 918-1392. Gwongeumseong juga disebut kerajaan gwon-kim, yang sejarahnya terdapat 2 jenderal yang bernama gwon dan kim, yang membangun kastil  untuk menghindari perang. Di sisi kiri sogongwon,setelah jembatan biryonggyo di atas jurang, terdapat sebuah jalan menuju kastil gwongeumseong, tetapi membutuhkan waktu lebih dari 1 jam perjalanan melewati jalanan yang curam, jalanan berbatu (2.5 km), sehingga membutuhkan cable car. Cable car di bangun oleh dr. Gi-sup Lee pada tahun 1971 dan masih digunakan oleh banyak turis. Cable car beroperasi mulai pukul 7-6/6.30 pm, dating setiap 7 menit, dan tiket bias dibeli di tiket counter.

Gwongeumseong memliki ketinggian 1.200 mdpl. Gwongeumseong memiliki keindahan hamparan hutan, bukit, bukit dan tebing-tebing batu disekitarnya. Di kejauhan, tampak laut Jepang dan kota Sockho. Cheonbuldong valley yang dipenuhi batu-batu putih tampak berkelok membelah kawasan seoraksan.

Puncak gunung batu gwongeumseong memiliki ketinggian 1200 mdpl. Disana kita dapat melihat keindahan hamparan hutan, bukit dan tebing-tebing batu disekitarnya. Sebagian tebing berwarna pucat dan daun daunnya mulai berwarna merah dan kuning saat autumn season. Bebatuan besar yang ada disini cukup licin, dan tidak ada pagar pembatasnya.

Sebelum masuk the greath budha terdapat 2 gapura yang jaraknya antara gapura 1 dengan gapura 2 yaitu 70 m dengan ketinggian 6m . Gapura tersebut dibuat dengan teknik dacheong yaitu teknik mendekorasi dengan melukis pola-pola yang cukup rumit, untuk membuat bangunan tampak mewah. Warna yang digunakan biasanya merah,hijau,biru ,hitam dan kuning dan putih.

Terdapat Pohon sakura sebagai penyejuk para pejalan kaki danbatu sebagai batas pinggir akses pejalan kaki dengan taman. Dengan lebar jalan 4 m.

Tidak jauh dari gapura yang ke-2 terdapat taman yang berada di sebelah kiri. pavingblok sebagai penegasan dari sirkulasi pejalan kaki . Selain itu terdapat jugapepohonan dan tanaman-tanaman yang   menambah keindahan taman tersebut.

Taman – taman yang ada di korea dipengaruhi oleh  taman yang ada di banguna ibadah  tiongkok ,tetapi rancang bangunya tetap  memiliki keunikan tersendiri .

Karakteristik taman di korea adalah kesederhanaan, alami & tidak dipaksakan untuk mengikuti suatu aturan khusus. Di bandingkan dengan taman di tiongkok & taman di jepang yang memiliki banyak elemen pelengkap.

Di taman tersebut terdapat patung beruang yang dimuliakan oleh masyarakat korea .menceritakan tentang pemuda bernama Hwanung yang merupakan anak  dari Tuhan Langit, Hwanin yang turun ke bumi untuk  memimpin dunia bersama Tuhan Angin, Tuhan Awan, dan Tuhan Hujan, kemudian membangun ‘kota Tuhan’ di gunung Taebaek (yang sekarang ditempati Gunung Myohang di Korea Utara).

Sementara itu, beruang dan harimau berdoa menjadi manusia kepada Hangwung, hingga mendapat jawaban bahwa mereka harus makan mugwort dan bawang putih dan tidak melihat sinar matahari selama 100 hari untuk menjadi manusia. Harimau gagal mengi kutinya, sedangkan beruang sanggup melakukannya, hingga sukses menjadi wanita, yakni Ungnyeo.

Ungnyeo berharap melahirkan anak, maka Hwangung menikah dengan Ungnyeo ini, hingga melahirkan anak laki-laki, bernama ‘Dangun’. Dangun Wanggom membangun negara bernama ‘Chosun’ dan menentukan Pyeongyangsung sebagai ibu kota.
Dangun memimpin negara itu selama 1500 tahun, dan hidup selama 1908 tahun, kemudian menjadi Tuhan Gunung.

soft5    soft7soft6

Gambar Gwongeumseong Fortress

PATUNG BUDDHA

Di the great buddha, posisi the great buddha ada di tengah kawasan seoraksan. Jarak antara gapura 2 dengan the great buddha yaitu 570 m.

Di kaki pelataran patung terdapat deretan lempengan serupa genteng berwarna hitam. Pada lempengan-lempengan ini tampak tulisan putih dalam aksara Hangeul yang merupakan permohonan-permohonan dan harapan-harapan yang ditulis oleh para wisatawan.

Patung budha setinggi 14,6-meter/48-kaki, terbuat dari 108 ton emas-perunggu ini disebut “Tongil Daebul”, dengan posisi duduk berada di atas sebuah alas setinggi  4.3-meter/15-kaki, dari bahan yang sama, total tinggi 18.9 meter/62 kaki, tidak termasuk penangkal petir dan nimbus.

Tongil Daebul duduk dengan kaki disilangkan dan mata setengah-tertutup di meditasi, bibirnya menampilkan senyum mencolok. Jubah mengalir dengan lembut lipatan, mengungkapkan bahu kanan, tirai tubuh kuat Buddha. Tangan Tongil Daebul diposisikan di mudra melambangkan yang “tercerahkan satu.”

Patung ini mewakili keinginan rakyat Korea untuk penyatuan negara tersebut.

Terdapat pohon sakura yang membatasi area patung budha dengan lingkungan sekitarnya tetapi tidak termasuk jalan. Ada juga sculpture(2) di depan patung budha yang menjadi gerbang masuk area patung buddha.

buddha-statue

Foto Patung The Great Buddha

SINHEUNGSA

Sinheungsa Temple, kompleks kuil tua Buddha yang dibangun pertama kali sekitar abad ke-7. Singheungsa berjarak 10 menit perjalanan dari pintu masuk sogongwon. Sinheungsa adalah candi yang biasa disebut hyangseongsa, dibangun oleh jajangyulsa, yang telah menjelajahi pegunungan terkenal yang ada di queen jindeok selama 6 tahun ia berkuasa.

Kuil memiliki dinding pemisah setinggi 3 m dengan meilik atap pada pintu masuknya. Di dalam kuil terdapat 16 bangunan.

 

Dalam perjalanan menuju sinheungsa, terdapat patung perunggu besar yang disebut bronze jwabul statue, yang memiliki tinggi lebih dari 10 meter. Didekat patung, yaitu didekat teras granit terdapat 3 jembatan dengan dengan masing-masing panjang 570 m & lebar 2 m. Disitu kita dapat melihat batu-batu besar yang terdapat di sungai & tepi sungai. Pada jempatan 1 terdapat resto yang berada di sebelah kanan jalan. Dari jempatan 1 menuju kuil sinheungsa itu 165 m dengan lebar jalan 2 m, dari jempatan 2 menuju kuil siheungsa itu 131 m dengan lebar jalan 2 m, & dari jempatan 3 menuju kuil siheungsa itu 22 m dengan lebar jalan 2 m.

Salah 1 jembatannya yang disebut hyeon sugyo, baru saja dibangun untuk melintasi jurang. Setelah jembatan terdapat tembok batu panjang dengan pintu cheongwang yang merupakan pintu masuk candi. Di pintu masuk terdapat empat patung raja cheongwang (jiguk memegang pedang, damun chenwang memegang gitar tradisional (lute), gwangmok cheongwang dengan menara, dan jeungjang cheonwang dengan naga), ditempatkan dikedua sisi pintu.

Terdapat 7 anak tangga untuk memasuki area kuil tersebut. Saelain itu terdapat ukiran kepala naga, naga tersebut dikenal dengan nama imoogi (naga laut tak bertanduk).

Sinheungsa

Foto Sinheungsa Temple di Taman Nasional Seoraksan

CABLE CAR

Cara terbaik untuk melihat gunung seoraksan jika memiliki waktu terbatas, adalah dengan menggunakan seorak cable car. Bagaimanapun, cbale car sangat terkenal sehingga harus mengantri paling lama 2-3 jam selama musim liburan (liburan musim panas dan fall foliage season) dan selama akhir pekan diluar musim liburan, pengunjung bias melihat tatanan batu yang mengagumkan di wilayah gwongeumseong yang juga di wilayah sogongwon, jeohangyeong, dan batu ulsanbawi di utara. Di bagian timur laut, kita bias melihat kota sokcho dan laut timur.

Setelah keluar dari cable car, pengunjung bisa mendaki gwongeumseong  selama 20-30 menit supaya bisa melihat oe-serok dari atas. Cable car melaju cukup cepat namun pemandangan sekitar masih bisa dinikmati. Keselamatan tetap terjamin dan oemandangan bisa dinikmati serta diiringi oleh panduan tour guide. Cable car tetap berjalan meskipun sedang hujan ataupun bersalju, tetapi operasi bisa tertunda dibawah cuaca berangin.

1190058_image2_1

Foto Stasiun Kereta Kabel di Taman Nasional Seoraksan

AMDAL RS. SILOAM Tantui Ambon

Standard

Kesimpulan dari Pembahasan Presentasi mengenai Amdal kelompok 2

Permasalahan yang ada;

  1. Adanya desakan dari DPRD untuk pembatalan pembangunan kemudian Walikota meninjau kembali Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
  2. Masyarakat keluhkan dampak Reklamasi Pantai.

Solusi/Jawaban yang ada ;

  • Drs Josua Pangkerego MSi mengatakan, analisa  dampak lingkungan (Amdal) Rumah Sakit (RS) Siloam sudah rampung dan tidak ada masalah lagi.

“Amdal sudah sejak dua bulan lalu rampung. Jadi tidak ada masalah lagi.  RS Siloam itu mengikuti semua aturan yang ada,” kata Pangkerego kepada SP Selasa (13/3) malam di Manado.

  • Disinggung soal Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dia mengaku, tetap akan dikoreksi. Ini dilakukan untuk memastikan pembangunan rumah sakit yang dikerjakan oleh PT Karya Unggulan Gemilang itu, mengaku telah mengantongi sejumlah izin. Izin tersebut yakni,
  1. nomor 640/1079/SETKOT tentang rekomendasi izin prinsip pemanfaatn zona 7 pantai Hative Kecil yang dikeluarkan tanggal 23 Maret oleh Walikota Ambon.
  2. Kemudian izin nomor 503-09/2011 tentang Pengerukan, Pembangunan dan Pengembangan Zona 7 Pantai Hative Kecil tanggal 29 Maret 2011 oleh Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu. Kemudian izin nomor 503/591/1724/SETKOT tentang rekomendasi tetap pemanfaatan ruang zona 7 Pantai Hative Kecil yang diterbitkan tanggal 6 Mei 2012 oleh Walikota Ambon Richard Louhenapessy.
  3.  izin dengan nomor 660.1/04/UKL-UPL/2012 tentang rekomendasi atas UKL-UPL kegiatan reklamasi zona 7 Pantai Hative Kecil yang dikeluarkan pada 11 Mei 2011, oleh kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Ambon.
  4. nomor 02/REK-KOM/3/2014 tentang rekomendasi AWFC zona 7 Pantai Hative Kecil tanggal 21 Maret oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Maluku. Sementara izin yang diterbitkan di tahun 2015, yakni nomor 204 tahun 2015 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pembangunan AWFC oleh Walikota Ambon pada 16 Maret.
  5. izin terakhir yang dikantongi PT Karya Unggalan Gemilang, nomor 21 tahun 2015 tentang izin lingkungan kegiatan AWFC zona 7 tanggal 17 Maret, juga Walikota Ambon. Atas persoalan ini, DPRD Kota Ambon telah berencana memanggil pemerintah kota Ambon. Namun hingga kemarin, belum terlaksana.

 

Tindakan minimalisir dampak pembangunan RS Siloam  bisa dilakukan dengan pengerukan pesisir pantai akibat sedimentasi, melakukan transplantasi lamun, terumbu karang dan mangrove. Selain itu, merehablitasi rumah-rumah penduduk di lokasi yang terdampak rendaman air laut.

“Rehab rumah penduduk yang terendam air ketika air pasang seperti di kawasan Lateri 2. Dan pembangunan talud di sepanjang pesisir Poka sampai ke Allang. Karena pembangunan sudah berjalan, maka sekarang perlu tindaklanjut rekomendasi yang dikeluarkan dalam Amdal yang berkaitan dengan dampak,” katanya.

 

Putuhena mengungkapkan, untuk pembangunan RS Siloam, hanya dibutuhkan dokumen lingkungan berupa Upaya Kelayakan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL). Dua dokumen ini, telah dikeluarkan.
“Kalau RS itu dokumen lingkungannya adalah UKL dan UPL. Sedangkan water froncity dokumen lingkungannya adalah Amdal,”sebutnya.

Dia yakin, dokumen-dokumen yang telah dikeluarkan tersebut, telah dikaji dengan baik. Namun, menurutnya, dapat diperbaharui atau direvisi bila dalam pelaksanaan lapangan, tak sesuai dengan telah ditetapkan.

“Saya yakin kalau dokumen lingkungan itu sudah dikaji dengan baik dan benar sesuai dengan kriteria yang berlaku. Soal pemberian IMB, prosedurnya saya kurang tahu persis. Tapi yang pasti, apabila IMB mau keluar, maka harus ada rekomendasi layak lingkungan dulu. Dan jika mau revisi tentang dokumen lingkungan boleh-boleh saja,” tambahnya. (TAB)

Tindakan minimalisir dampak pembangunan RS Siloam

Andy menuturkan, soal pengelolaan limbah dan reklamasi telah dipikirkan lama.  RS Internasional Siloam memiliki standar pengelolaan limbah sendiri.

“Siloam  di mana pun selalu punya sistim pengelolaan limbah sendiri.

  1. Limbah tidak dibuang ke laut, tetapi diolah untuk digunakan kembali oleh  Siloam.
  2. Untuk pembangunan RS Siloam dan Water Front City, akan dilakukan reklamasi pantai seluas  9.750 m2.
  3. Pada saat pengerukan, diangkut sampah sebanyak 12 truk.   kata Andy, yang didampingi Land and Permit PT KUG Ilham Dasa Maulana, Office Manager PT KUG Ivan Shofyan, Head of Database PT KUG Prihardiwanto.
  4. Dibangun di Tantui karena daerah situ dangkal. Kami sudah memikirkan aliran air dari Sungai Galala. Sungai itu akan dinormalisasi juga karena kondisinya saat ini sangat dangkal.
  5. Tentang struktur bangunan di atas lahan reklamasi itu, sudah aman. dan telah dilakukan investigasi. Cuma hasilnya belum ada, tapi  dari progresnya cukup baik karena tanahnya cukup baik.

Pembahasan Presentasi mengenai Amdal dapat dilihat,

sofskill amdal 2

 

Source :

http://ambonekspres.com/2015/08/18/soal-siloam-pemkot-mulai-keras/

http://www.siloamhospitals.com/media-coverage/pembangunan-rs-internasional-siloam-di-ambon-mulai-april

AMDAL RS Siloam Ambon

Rumah Susun

Standard

Resume Presentasi Kelompok 1

Pembahasan Materi : Persyaratan Teknis Rumah Susun

Site Pembahasan Materi :

PERSYARATAN TEKNIS RUMAH SUSUN

I. Pengertian Rumah Susun 

Pada pembahasa ini dijelaskan pengertian rumah susun menurut UU dan pihak-pihak terkait didalamnya serta fungsi dan tujuan rumah susun.

  • [ Pasal 1 UU No 16 1985 ]

“Rumah Susun” adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama.”

  •  Pihak terkait dalam rumah susun

+ Badan Pengelola

+ Pemilik

+ Pemanfaatan

+ Penghuni

  • Landasan Pembangunan Rumah Susun
  1. Amanat GBHN (1993)

“menyatakan pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat.”

2. Undang-Undang No.16 Tahun 1985

“Penegasan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan kepemilikan rumah susun.”

3. Tujuan Pembangunan Rumah Susun

+ [ Pasal 3 UU No 16 1985 ]

Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat.

+ memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat,terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,yang kepastian hukum dalam pemanfaatannya;

+ meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, seimbang.

  • Fungsi Rumah Susun

Sebagai permukiman vertikal dengan kegiatan yang relatif sama dengan permukiman pada umumnya. Penekanannya adalah pada aktivitas rutin seperti tidur, makan, menerima tamu, interaksi sosial, melakukan hobi, bekerja, dan lain-lain.

II. Pola pembagian dan jenis Rumah Susun

Pada pembahasan kedua, diulas bagaimana pembagian kegiatan rumah susun dan jenis-jenis rumah susun yang ada di Indonesia

  • Pola Pembagian Rumah susun, terbagi 2 kegiatan :

– Program Peremajaan Kota, dimana usaha perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan perumahan kumuh dan padat di pusat kota. Lingkungan yang termasuk golongan ini merupakan lingkungan permukiman yang sulit ditingkatkan kualitasnya melalui program perbaikan kampong (KIP).

– Program Pengadaan Perumahan, pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan perumahan dan memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasila rendah yang tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan menetap.

  • Jenis Rumah susun

Terdapat 4 jenis rumah susun yaitu Rumah Susun Umum, Rumah Susun Negara, Rumah susun Khusus dan Rumah susun Komersial keempatnya telah diatur menurut UU. Dan berdasarkan kelasnya dibagi menjadi 3 golongan (Rumah susun sederhana/Rusuna, Rumah susun menengah/apartemen, Rumah susun mewah/condonium).

III. Persyaratan Teknis

Pada pembahasan ketiga ini diulas persyaratan-persyaratan yang yang harus dipenuhi oleh rumah susun baik segi fasilitas penunjang dll. Sesuai dengan UU yang ada.

  1. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988, tentang : Rumah Susun

– Pasal 11 mengenai hubungan ruang dan sirkulasi udara

– Pasal 12 mengenai struktur konstuksi

– Pasal 14 mengenai penunjang utilitas

2.   PRASARANA LINGKUNGAN (PASAL 25 DAN 26)

 

Kesimpulan,

Rumah susun atau tempat tinggal bertingkat, merupakan suatu cara yang inovatif di daerah padat penduduk terutama perkotaan guna  meningkatkan daya pemanfaatan lahan dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, seimbang. Namun, disisi lain banyak pihak yang kurang setuju akan pemindahan hunian dari daerah wilayah resapan sungai ke tempat tinggal bertingkat dengan berbagai alasan mungkin karena kebiasaan beberaa pihak dengan bersosialisasi secara horisontal dan kini perilaku tersebut harus diubah menjadi sosialisasi vertikal belum lagi fasilitas-fasilitas yang kurang memadai. Oleh karena itu muncullah persyaratan-persyaratan teknis pembangunan rumah susun yang dimuat kedalam UU  oleh pemerintah. Yang berisi  tentang baik ruang sirkulasi penunjang dan fasilitas dicantumkan semuanya didalam UU tersebut, semua bangunan rumah susun yang di bangun harus memenuhi persyaratan teknis tersebut agar tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitar dan memenuhi standar yang ada agar keluarnya IMB sehingga bangunan dapat segera dioperasikan.

 

 

Ulasan UU no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Standard

UU NO. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

  • Peraturan tentang struktur ruang dan prasarana wilayah kabupaten yang untuk melayani kegiatan dalam skala kabupaten.
  • Pemerintah kabupaten memiliki wewenang dalam pengembangan dan pengelolaan kabupaten dan telah disahkan dalam undang – undang.
  • Rencana tata ruang kabupaten memuat rencana Pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten yang bersangkutan.
  • Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan pedoman dasar bagi pemda dalam pengembangan lokasi untuk kegiatan pembangunan di daerahnya terutama pada daerah pedesaan.
  • Peninjauan kembali atau revisi terhadap rencana tata ruang untuk mengevaluasi kesesuaian kebutuhan pembangunan.

 

BAB II ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:

  1. a) keterpaduan
  2. b) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
  3. c) keberlanjutan;
  4. d) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
  5. e) keterbukaan
  6. f) kebersamaan dan kemitraan;
  7. g) pelindungan kepentingan umum;
  8. h) kepastian hukum dan keadilan; dan
  9. i) akuntabilitas.

Pasal 3

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

  1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
  2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
  3. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

 

BAB III  KLASIFIKASI PENATAAN RUANG

Pasal 4

Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

 

Pasal 5

  • Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.
  • Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.
  • Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan – penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
  • Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.
  • Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Pasal 6

  • Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
  1. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
  2. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
  3. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
  • Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer.
  • Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
  • Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
  • Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

 

UU NO 26 TAHUN 2007 TENTANG RTH ( RUANG TERBUKA HIJAU)

Pada uu no 26 tahun 2007 pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Isi UU no 26 thn 2007 pasal 17 :

(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.

(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.

(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.

(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.

(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 1 angka 31 Undang-Undang N0 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai area memanjang / jalur dan / atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi 9:

1.Kawasan hijau pertamanan kota

2.Kawasan Hijau hutan kota

3.Kawasan hijau rekreasi kota

4.Kawasan hijau kegiatan olahraga

5.Kawasan hijau pemakaman

  • Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah :

1.Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.

2.Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.

  • Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah :

1.Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya.

2.Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.

3.Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual

4.Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat

5.Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari

KOTA YANG MENERAPKAN RTH 30% DARI LUAS WILAYAHNYA

ACEH

             

  1. Green planning and design (Perencanaan dan rancangan kota hijau)

Perencanaan dan rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep pembangunan kota berkelanjutan. Green city menuntut perencanaan tata guna lahan dan tata bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang yang atraktif dan estetik. Strategi tata ruang Kota Banda Aceh diarahkan untuk mengakomodasi lebih banyak ruang bagi pejalan kaki, penyandang cacat, dan pengguna sepeda.

Untuk itu, pemerintah Kota Banda Aceh telah menetapkan dokumen perencanaan dan perancangan kota sebagai produk hukum yang kuat dan mengikat baik dalam wujud peraturan daerah /peraturan walikota, termasuk peraturan mengenai ruang terbuka hijau. Dalam hal ini, mencakup juga pembuatan Masterplan Kota Hijau dan Rencana Detail Tata Ruang Kota yang mengadopsi prinsip-prinsip Kota Hijau. Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No.4 Th 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 yang turut mengatur tentang ruang terbuka hijau Kota Banda Aceh.

  1. Green Open Space (Ruang Terbuka Hijau)

Ruang terbuka hijau (RTH) adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka hijau berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan iklim mikro yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan lahan taman, koridor hijau dan lain-lain.

Mengingat pentingnya peranan ruang terbuka hijau dalam visi green city, Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No. 4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029. Dalam qanun ini, ditetapkan bahwa pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) meliputi taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, sabuk hijau, RTH pengaman sungai dan pantai atau RTH tepi air. Pengaturan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Banda Aceh disebar pada setiap desa/gampong (90 gampong).

Jumlah RTH hingga tahun 2011 meliputi taman kota tersebar pada 40 gampong dan hutan kota tersebar pada 19 gampong. Target pencapaian RTH gampong setiap 5 tahun sebanyak 12 taman kota dan 18 hutan kota sehingga pada tahun 2029 pemanfaatan ruang terbuka hijau telah tersebar merata di seluruh gampong di Kota Banda Aceh.

Sesuai dengan RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, pemerintah Kota Banda Aceh menargetkan RTH publik sebesar 20,52%. Hingga tahun 2011 ini luas RTH (ruang terbuka hijau) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota adalah sebesar ± 12,0%. Untuk mencapai target 20,52% tersebut, Pemerintah Kota terus berupaya mengimplemetasikan berbagai kebijakan dan program perluasan ruang terbuka hijau.

Untuk RTH privat, kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah menerapkan RTH seluas 30 – 40% dari setiap persil bangunan, dimana angka persentase luasan RTH ini sudah melebihi target yang ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu 10%. RTH yang dikembangkan di Banda Aceh meliputi sempadan sungai, sempadan pantai, sepanjang jaringan jalan, pemakaman, taman kota yang tersebar pada setiap kecamatan, dan hutan kota.

Pada kawasan pesisir pantai, RTH berfungsi sebagai penyangga bagi daerah sekitarnya dan penyangga antara kawasan pesisir dengan kawasan terbangun juga berfungsi mereduksi gelombang pasang dan meminimalkan gelombang tsunami. Oleh karena itu, bagi Kota Banda Aceh, RTH di sepanjang pesisir pantai juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari strategi mitigasi bencana. Selain itu, ia juga berperan  untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Sementara itu, RTH di dalam kota seperti RTH di sempadan sungai dan di sepanjang jalan berfungsi peneduh/penyejuk, penetralisasi udara, dan keindahan dan menjaga keseimbangan iklim mikro. Untuk mendukung keberadaan RTH dan menjaga keseimbangan iklim mikro, Kota Banda Aceh juga didukung oleh beberapa kawasan tambak, tandon, kawasan bakau dan tujuh aliran sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area), kegiatan perikanan, dan sebagainya.

Selain itu, Kota Banda Aceh juga melakukan peningkatan/revitalisasi hutan dan taman Kota. Juga dilakukan pemeliharaan berkala terhadap 74 taman, 10 areal perkuburan, taman pembibitan (7.12 Ha), dan hutan kota (6 Ha) yang ada di Kota Banda Aceh.

 

 

 

Source :

 

Hukum Pranata Pembangunan

Standard

ABSTRAK

Indonesia merupakan Negara hukum, segala aspek kehidupan telah diatur dalam Undang-undang  dan Pembangunan pun telah diatur didalamnya. Sama halnya dalam membangun sebuah bangunan, kita harus memiliki izin dari daerah setempat, memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan) lokasi sesuai dengan RTRW dan lain sebagainya semua telah diatur guna memperoleh kawasan yang layak, tertata rapih, keamanan yang terjaga dan sesuai fungsinya sehingga nyaman untuk khalayak umum.

Dalam peraturan perundang-undangan, aturan yang mengenai atau bersangkutan dengan pembangunan biasa disebut dengan Hukum Pranata Pembangunan.

 

PENGERTIAN HUKUM & PRANATA PEMBANGUNAN   

Hukum

  • Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh Penguasa atau pemerintah
  • Undang-undang peraturan untuk mengatur kehidupan masyarakat
  • Patokan (kaidah ketentuan) mengenai peristiwa tertentu
  • Keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengadilan)

Pranata

  • Sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia di masyarakat

 

HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN

“suatu peraturan interaksi pelaku pembangunan untuk menghasilkan tata ruang suatu daerah menjadi lebih berkuaitas dan kondusif”

 

 Tujuan Hukum Pranata Pembangunan

Untuk menyempurnakan tatanan pembagunan pemukiman yang lebih teratur, berkualitas dan berkondusif bagi pengguna dan pemerintah daerah. Dikarenakan kurangnya lahan terbuka untuk penghijauan dan resapan air hujan untuk cadanga air tanah dalam suatu kawasan/daerah. Pelaku pembangunan ini meliputi Arsitektur, pengembang, kontraktor, dinas tata kota dan Badan hukum.

 

UNSUR DALAM HUKKUM PRANATA

  1. Manusia
  • Manusia merupakan sumdber daya yang paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan
  1. Sumber Daya Alam
  • SDA merupakan faktor penting dalam pembangunan, SDA sebagai sumber utama pembuatan bahan material.
  1. Modal
  • Modal merupakan faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah, semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
  1. Teknologi
  • Teknologi menjadi faktor utama dalam proses pembangunan. Dengan teknologi dapat mempermudah dan mempercepat proses pembangunan

 

STRUKTUR HUKUM PRANATA DI INDONESIA

  1. Legislatif (MPR-DPR) pembuat produk hukum
  2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU ynag dibantu oleh kepolisian (POLRI) selaku institusi yang berwenang melakuka penyelidika, JAKSA yang melakukan penuntutan.
  3. Yudikatif (MA-MK) sebagai lembaga penegak keadilan
  4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (T) & Pengadilan Negeri se-Indonesia mengadili perkara kasuistik.
  5. Mahkamah Konstitusi (MK) Mengadili perkara peraturan perUU
  6. Lawyer, pihak yang mewakili klien untuk berperkara di pengadilan,dsb

 

 

Source :

 

Wayang Warisan Bangsa Indonesia

Standard

Saya bangga menjadi warga Indonesia. Satu kalimat yang terucap ketika melihat kebudayaan yang negeri ini miliki. Dari sekian banyak kebudayaan yang berasal dari berbagai daerah, wayang merupakan kebudayaan asli asal Indonesia berupa  boneka pentas seni yang berkembang pesat di Jawa dan Bali selain bentuk dan karakternya berbeda-beda bahan boneka wayang pun beragam, seperti wayang kulit, wayang golek, wayang orang dsb. Selain itu kita memiliki sekitar 6000 koleksi boneka wayang dengan karakter yang berbeda, dan itu hanya wayang belum dengan budaya kesenian yang lainnya. Kami memilih Wayang sebagai suatu bentuk kebanggaan akan Indonesia karena, Wayang adalah kebudayaan khas Indonesia, hanya ada di Indonesia, memiliki banyak karakter yang beragam hingga 6000 wayang, terdiri dari berbagai macam, selain itu detail pada satu boneka wayang sangatlah indah memiliki ornamen-ornamen tradisional semua warisan ini di abadikan di sebuah museum wayang yang terletak di Kota Tua Jakarta Kota dan UNESCO menetapkan boneka wayang sebagai warisan mahakarya dunia khas Indonesia. Menakjubkan bukan? Betapa kaya nya budaya yang kita miliki, sangat beruntung apabila warisan ini dapat kita perlihatkan ke generasi selanjutnya. Marilah kita lestarikan warisan yang telah ada bukan untuk melupakannya.

Saya Bangga menjadi Warga Negara Indonesia

Standard

            Jika mendengar kata Indonesia, yang pertama kali muncul dibenak kita adalah budaya. Karena Indonesia adalah Negara yang kaya akan Budayanya dengan beribu-ribu pulau juga puluhan suku dan adat istiadat. Mulai dari Bahasa, lagu daerah, rumah adat, makanan khas, baju daerah hingga Senjata daerah. Selain dari budayanya Indonesia sebagai negara kepulauan tak luput dari keindahan alamnya. Tak akan ada habisnya jika kita membahas tentang budaya dan keindahan negeri kita ini.

Sebagai seorang Warga Negara saya sangat bangga menjadi Warga Negara  Indonesia. Ada banyak hal yang dapat saya ceritakan kepada mereka di luar sana tentang beragamnya budaya kita, tentang Indahnya Alam yang kita miliki dan tentang segala sumber alam yang ada di dalamnya. Karena berbicara soal budaya Indonesia sangatlah menarik. Kita sering menjumpai turis-turis dari berbagai Negara, dan lihat apa tempat apakah yang mereka kunjungi? Ya, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Karena begitu menariknya Sejarah kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita, dan sebagai generasi selanjutnya kita harus melestarikan apa yang telah diwariskan bukan untuk melupakannya.

Salah satu yang saya kagumi adalah, Museum Wayang yang berada di Kota Tua, Jakarta Kota. Ya, Wayang adalah seni pertunjukan boneka khas Indonesia. Saya sangat bangga dengan Indonesia, hanya di Indonesia lah ada boneka wayang dan hanya Indonesia yang memiliki pertunjukan seni Wayang bisa dibilang ini adalah salah satu dari ribuan ikon Indonesia, di museum ini saya melihat kurang lebih sekitar 4000 wayang yang berbeda tokoh dan karakter, sangat mengagumkan bukan?

Saya bangga menjadi warga Negara Indonesia karena budaya dan keindahan alamnya. Meski diluar dari itu banyak hal yang sangat mengganggu karena sifat masyarakat kini tak seperti masyarakat dulu budaya yang ramah tamah peduli akan sesame, kesadaran akan lingkungan pun kini mulai memudar. Namun tak bisa dipungkiri segala kelebihan pasti ada kekurangan layaknya manusia dalam pribahasa dikatakan manusia tak ada yang sempurna, begitu pula dengan sebuah Negara dan kebetulan kekurangan dari Negara Indonesia ini adalah manusianya, namun hal itu harus kita sadari dan kita perbaiki karena hal yang benar, adalah memperbaiki kelemahan bukan menyesalinya, ataupun menakutinya jadi janganlah malu menjadi Rakyat Indonesia, karena baik buruknya Negara kita kita yang menentukan dan kita pula yang menjadi pengendali dari jalanya birokrasi yang ada pada Negara kita ini, jadi jika seandainya Saya hanya berkata malu menjadi bangsa Indonesia kapan bisa menjadi maju dan masih banyak hal yang bisa kita perjuangkan bersama-sama. Kesadaran diri dan keperdulian akan negeri ini akan melahirkan kembali originalitas sebagai budaya dan ikon baru untuk Indonesia. Sekali lagi, saya bangga menjadi warga Indonesia dan suatu hari nanti saya akan ikut serta dalam mengharumkan namanya.